Thursday 26 March 2015

TRADISI SEJARAH MASYARAKAT INDONESIA DI MASA PRASEJARAH

TRADISI SEJARAH MASYARAKAT INDONESIA
DI MASA PRASEJARAH

Kehidupan masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan disebut juga dengan kehidupan masyarakat Indonesia zaman prasejarah. Zaman prasejarah berlangsung sejak manusia ada sampai manusia mengenal tulisan. Zaman ini merupakan suatu zaman yang amat panjang dalam sejarah kehidupan manusia.
Manusia yang hidup pada zaman prasejarah belum mengenal tulisan. Akibatnya, generasi selanjutnya serta para peneliti tidak mungkin mengharapkan adanya bukti-bukti tertulis mengenai kehidupan mereka. Mereka hanya meninggalkan benda-benda kebudayaan. Melalui benda-benda ini, para ahli meneliti kehidupan mereka. Para ahli, misalnya, mencoba mengamati secara seksama benda-benda kebudayaan dengan cara merekonstruksikannya. Kemudian dibuat penafsiran atau perkiraan tentang kehidupan pada masa itu. Meski demikian, situasi dan kehidupan macam apa yang sesungguhnya terjadi tetap tidak tersingkap secara penuh. Namun bukan berarti bahwa para ahli tidak memberikan sumbangan apa-apa. Bagaimanapun juga, mereka telah berusaha agar hasil penelitiannya bisa sedekat mungkin menggambarkan kehidupan manusia pada masa itu.

1.      Cara Masyarakat Mewariskan Masa Lalu
Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno pernah menyatakan “jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”. Pernyataan ini ingin menekankan pentingnya sejarah atau masa lalu bangsa Indonesia. Pentingnya masa lalu atau sejarah tidak hanya mengacu pada kehidupan berbangsa saja. Masing-masing orang atau kelompok, atau suku bangsa juga tidak boleh meninggalkan masa lalunya baik masa lalu yang kurang menyenangkan maupun masa lalu yang menggembirakan. Menurut ilmu psikologi masa lalu tidak boleh dilupakan, melainkan diolah, dievaluasi yang hasilnya berupa rekonsiliasi, atau perdamaian, baik perdamaian dengan diri sendiri, perdamaian dalam hidup berkelompok. Masa lalu merupakan kekayaan dan pedoman yang sungguh berharga untuk hidup pada masa kini dan masa yang akan datang.
Secara khusus dalam kehidupan bersama sebagai bangsa, ada dua aspek utama dari peninggalan masa lalu, yang pertama bersifat material, misalnya benda-benda kebudayaan. Kedua, peninggalan masa lalu yang bersifat nonmaterial misalnya pandangan atau falsafah hidup, cita-cita, etos, nilai, norma, dan lain-lain. Kedua aspek ini tidak bisa dipisah-pisahkan. Benda-benda material yang diciptakan merupakan cerminan atau pantulan konkrit dari pandangan, etos, atau cita-cita hidup suatu bangsa. Dengan kata lain, apa yang dihasilkan merupakan wujud dari apa yang dipikirkan. Setiap bangsa mempunyai caranya sendiri-sendiri untuk membuat dua aspek kebudayaan ini tidak dilupakan. Istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan pewarisan kebudayaan dari satu generasi ke generasi disebut sosialisasi.
Perkembangan teknologi cetak, komputer dan telekomunikasi dewasa ini memungkin untuk mengarsip peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk bisa diolah kembali oleh generasi yang akan datang. Dengan demikian, yang diwariskan tidak hanya benda-benda material, tetapi juga benda-benda non-material. Namun perkembangan ini tidak terjadi pada masyarakat sebelum mengenal tulisan. Kebudayaan mereka hanya diwariskan secara lisan dan melalui benda-benda kebudayaan. Ada beberapa cara untuk mewariskan masa lalu pada masyarakat ini, di antaranya:

1.1   Melalui Keluarga
Keluarga merupakan dunia sosial yang pertama sekaligus yang paling berkesinambungan bagi seseorang. Di sinilah hubungan sosial intim dan langgeng pertama kali dibangun. Kemampuan berkomunikasi, terutama melalui pembelajaran bahasa, terjadi pertama kali melalui keluarga, dalam keluarga seseorang diperkenalkan dengan unsur-unsur utama kebudayaannya.
Pewarisan oleh keluarga dilakukan secara bertahap, dimulai dari yang sederhana dan mudah dipahami menuju kesuatu yang kompleks atau rumit. Apa saja yang diwariskan? Yang diwariskan adalah kebudayaan material dan kebuidayaan non-material. Namun yang sering menjadi pokok perhatian keluarga adalah kebudayaan non-material, seperti pengetahuan, kepercayaan, nilai, norma, bahasa, dan cerita dongeng. Kebudayaan non-material yang dimaksud adalah kebudayaan non-material sebagaimana dipahami dan dihayati dalam suku bangsa atau kelompok masyarakatnya. Nilai mengacu pada gagasan abstrak mengenai apa yang masyarakat anggap baik, benar, dan diinginkan. Norma adalah perwujudan konkrit dari nilai-nilai, yaitu berupa aturan-aturan sosial dan acuan-acuan yang memberi pedoman bagi perilaku. Norma mencakup kebiasaan (folkways), adat-istiadat (mores), dan hukum. Bahasa mencakup bahasa tubuh (gestures) dan bahasa verbal. Keluarga mewariskan semua ini melalui sosialisasi.
Ada dua cara sosialisasi dalam keluarga pada masyarakat sebelum mengenal tulisan, yaitu:
(1)        Adat-istiadat. Setiap keluarga memiliki adat-istiadat atau kebiasaan. Tradisi dan adat kebiasaan tersebut diwariskan kepada seorang anak melalui sosialisasi. Sosialisasi itu dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung, misalkan mengajarkan secara lisan tentang tradisi, adat-istiadat atau kebiasaan yang berlaku dalam sebuah keluarga. Secara tidak langsung, misalnya dengan memberikan contoh perilaku.
(2)        Cerita dongeng. Cerita dogeng juga salah satu cara untuk mewariskan masa lalu. Biasanya generasi tua kan menceritakan gongeng-dongeng kepada generasi yang lebih muda. Pada cerita dogeng disisipkan pesan-pesan mengenai sesuatu yang dipandang baik untuk dilakukan ataupun mengenai sesuatu dpandang tidak baik dan tidak boleh dilakukan.

1.2   Melalui Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan budaya (yang diwariskan dari generasi ke generasi), wilayah, identitas, dan berinteraksi dalam suatu hubungan sosial yang terstruktur. Masing-masing anggota dalam masyarakat saling membutuhkan, saling mengisi dan saling melengkapi. Hal ini disebabkan karena tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri tanpa orang lain.
Ada beberapa cara dalam mewarisi masa lalu baik secara langsung mapun tidak langsung, di antaranya:
(1)        Adat-istiadat. Setiap masyarakat memiliki adat-istiadat yang berbeda satu sama lain. Berhadapan dengan adat-istiadat itu, setiap anggota masyarakat harus patuh. Penyimpangan akan membuat seseorang disisihkan dari lingkungan masyarakatnya. Misalnya pewarisan sifat gotong-royong dalam kehidupan masyarakat. Baik langsung maupun tidak langsung, akan menjadi pembelajaran yang dapat memberikan pengetahuan tentang kehidupan masyarakat bersangkutan dari masa ke masa atau dari generasi ke generasi. Adat-istiadat dapat menjadi sarana untuk mewariskan masa laku kepada generasi penerus. Namun masa lalu yang diwariskan oleh generasi terdahulu kepada generasi berikutnya terkadang tidak persis sama dengan apa yang terjadi pada masa lalu itu, tetapi mengalami berbagai perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Hal disebabkan karena manusia memiliki akal untuk mengolah apa yang diwariskan oleh generasi terdahulu dan apa yang dibutuhkan oleh generasi bersangkutan. Oleh karena itu, masa lalu tidak sepenuhnya diambil oleh generasi berikutnya, tetapi hanya menjadi dasar yang terus dikembangkan dan diperbaharui.
(2)        Pertunjukan Hiburan. Seorang sarjana berkebangsaan Belanda, Dr. J. L. Brandes, menemukan 10 pokok kehidupan masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan atau sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha. Salah satu di antaranya adalah pertunjukan wayang. Pertunjukan wayang dilakukan dengan tujuan mendatangkan roh nenek moyang. Dengan demikian, pertunjukan wayang selain bermakna hiburan juga bermakna religius. Dalam pertunjukan wayang selalu disisipkan petuah-petuah atau petunjuk-petunjuk tentang suatu kehidupan yang sedang dilalui oleh masyarakat. Dalam pertunjukan wayang juga dinyatakan tentang baik-buruk kehidupan yang dilalui oleh masyarakat, bahkan pada ceritera wayang dibahas sebab-akibat dari perilaku manusia secara keseluruhan. Pertunjukan wayang sering mengambil lakon ceritera tentang kehidupan seorang manusia dalam masyarakat, atau membandingkan kehidupan antar masyarakat. Bahkan pemain wayang, disebut dalang, biasanya mengambil ceritera tentang asal-usul daerah yang ditempati oleh suatu masyarakat. Kegigihan generasi terdahulu membangun tempat tinggalnya sering dibesar-besarkan atau diagung-agungkan. Hal ini dilakukan agar generasi berikut tetap memberi penghormatan kepada para pendahulunya atau memberikan penghargaan yang tinggi karena generasi terdahulu telah menyediakan tempat untuk generasi berikut. Sementara itu, wayang sebagai pertunjukan hiburan sangat besar manfaatnya dalam kehidupan manusia. Ceritera-ceritera yang banyak mengandung petuah yang bermanfaat dapat menjadi salah satu sarana untuk mengingatkan manusia atau masyarakatnya akan masa lalunya. Sampai saat ini, seni wayang masih digemari oleh masyarakat Jawa.
Kepercayaan Masyarakat. Penelitian seorang sarjana berkebangsaan Perancis, G. Coedes, menyatakan bahwa masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan atau sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha telah memiliki 10 unsur pokok peradaban. Salah satu dari 10 unsur pokok peradaban itu adalah kepercayaan. Kepercayaan itu berbentuk animisme, dinamisme dan monoteisme, serta pemujaan terhadap roh nenek moyang atau roh leluhur. Sementara itu, pemujaan terhadap roh leluhur menjadi sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena melalui pemujaan itu masyarakat akan mengenang dan mengingat apa yang telah pernah dilakukan oleh para leluhurnya di masa lalu, yang kemudian diwarisi. Dalam perjalanan sejarah muncul pertanyaan tentang mengapa masyarakat sebelum mengenal tulisan menganut animisme, dinamisme, dan monoteisme? Munculnya kepercayaan semacam itu merupakan suatu proses yang sangat panjang dalam sejarah kehidupan manusia. Proses itu berkembang dalam kehidupan masyarakat yang didasarkan pada pengalaman masyarakat bersangkutan dan ketergantungan mereka pada alam. Contohnya, tugu batu (menhir) yang didirikan oleh masyarakat sebagai tanda penghormatan kepada roh leluhur atau roh nenek moyang. Tugu batu itu dikeramatkan oleh masyarakat, bahkan masyarakat menganggap bahwa tugu batu itu memiliki roh atau jiwa atau kekuatan gaib. Oleh karena itu, secara turun-temurun atau dari generasi ke generasi mereka tetap melakukar pemujaan terhadap roh nenek moyang atau roh leluhur melalui tugu bate tersebut. Selain itu terdapat jugs bends-benda yang memiliki kekuatan gaip dalam bentuk senjata atau benda-benda lain.
Dengan demikian, pernyataan dari sarjana Belanda Dr. Brandes hampir sama dengan catatan sarjana Perancis Coedes tentang 10 unsur pokok dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebelum pengaruh Hindu-Buddha. Jady! berdasarkan sisa-sisa peninggalan yang ditemukan maka dapat diungkapkan' bahwa kehidupan masyarakat nenek moyang Indonesia pada zaman sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha telah memiliki tingkat kebudayaan yang tinggi. Masyarakatnya telah teratur dalam kehidupan kelompok, telah mengenal kepandaian teknik perundagian seperti mengecor dan mencetak logam (perunggu), memahat dan sebagainya. Selain itu, mereka termasuk bangsa maritim yang ulung.
Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa masyarakat bangsa Indonesia pada masa itu adalah:
(1)          Masyarakat agraris - religius dengan corak pekerjaan bercocok tanam padi.
(2)          Memiliki tingkat peradaban yang tinggi (teknologi perundagian) dar pelayaran.
(3)          Hidup dalam kelompok berdasarkan asas kehidupan gotong royong,    musyawarah dan mufakat.
(4)          Merupakan masyarakat komunal dengan asas kesejahteraan bersama.
Berdasarkan penelitian seorang sarjana Perancis yang bernama Coedes dalam bidang peradaban masyarakat Indonesia sebelum pengaruh Hindu-Buddha terdapat 10 unsur peradaban yang dimiliki di antaranya:
(1)          Memelihara ternak (sapi, unggas, dan lain-lain)
(2)          Mengenal keterampilan teknik undagi (perundagian)
(3)          Mengenal pengetahuan pelayaran di samudera luas
(4)          Sistem kekerabatan matrilineal
(5)          Kepercayaan animisme, dinamisme dan pemujaan roh leluhur
(6)          Mengenal organisasi pembagian air untuk pertanian
(7)          Kepandaian membuat barang-barang dari tanah list seperti gerabah atau tembikar
(8)          Kepercayaan kepada penguasa gunung
(9)          Cara pemakaman pada dolmen atau kubur batu
(10)      Mitologi pertentangan antara dua unsur kosmos
Sedangkan sarjana purbakala Dr. Brandes menyatakan bahwa menjelang masuknya pengaruh Hindu-Buddha atau menjelang kehidupan masyarakat Indonesia mengenal tulisan, telah memiliki 10 unsur pokok kebudayaan asli Indonesia, yaitu:
(1)        Bercocok tanam padi bersawah
(2)        Mengenal prinsip dasar permainan wayang, dengan maksud untuk mendatangkan roh nenek moyang.
(3)        Mengenal seni gamelan yang terbuat dari perunggu
(4)        Pandai membatik (tulisan hias)
(5)        Pola susunan masyarakat macapat, susunan suatu ibukota selalu terdapat tanah lapang atau alun-alaun yang dikelilingi oleh istana (keraton), bangunan tempat pemujaan atau upacara agama. Sebuah pasar dan sebuah rumah penjara.
(6)        Telah mengenal slat tukar dalam perdagangan
(7)        Membuat barang-barang dari logam, terutama perunggu
(8)        Memiliki kemampuan yang tinggi dalam pelayaran (sebagai bangsa bahari)
(9)        Mengenal pengetahuan astronomi
(10)    Susunan masyarakat yang teratur

2.      Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Sebelum Mengenal Tulisan
Beberapa unsur-unsur kebudayaan masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan atau sebelum pengaruh Hindu-Buddha, antara lain:

2.1   Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan dalam masyarakat Indonesia diperkirakan mulai tumbuh pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Hal ini dibuktikan dengan penemuan lukisan-lukisan pada dinding-dinding goa di Sulawesi Selatan. Lukisan itu berbentuk cap tangan merah dengan jari-jari yang direntangkan. Lukisan itu diartikan sebagai sumber kekuatan atau simbol perlindungan untuk mencegah roh jahat. Ada juga lukisan tangan dengan jari tidak lengkap yang merupakan tanda berkabung dan penghormatan terhadap roh nenek moyang.
Adanya corak kepercayaan seperti ini diperkuat oleh penemuan lukisan kadal di Pulau Seram dan Papua. Di tempat yang sama juga ditemukan lukisan perahu, yang menggambarkan kendaraan nenek moyang ke alam baka.
Kepercayaan terhadap roh nenek moyang ini terus berkembang pada masa bercocok tanam hingga masa perundagian. Selain penghormatan terhadap roh nenek moyang, ada juga kepercayaan terhadap kekuatan alam. Kepercayaan ini kiranya turut ditentukan oleh pengalaman dan ketergantungan mereka terhadap alam.

2.2   . Sistem Kemasyarakatan
Ketika manusia hidup bercocok tanam dan jumlahnya bertambah besar, sistem kemasyarakatan mulai tumbuh. Gotong-royong dirasakan sebaga kewajiban yang mendasar dalam menjalani kegiatan hidup, seperti menebang hutan, menangkap ikan, menebar benih, dan lain-lain. Demi menjaga hidup bersama yang harmonis, manusia menyadari perlunya aturan-aturan yan perlu disepakati bersama. Agar aturan ini ditaati, ditentukan seorang pemimpin yang bertugas menjamin terlaksananya kepentingan bersama.
Sistem kemasyarakatan terus berkembang khususnya pada masa perundagian. Pada masa ini sistem kemasyarakatan menjadi lebih kompleks, Masyarakat terbagi menjadi kelompok-kelompok tertentu sesuai dengan bidang keahliannya. Uniknya tugas yang ditangani membuat masing-masing kelompok memiliki aturan sendiri. Meskipun demikian, tetap ada aturan umum yang menjamin keharmonisan hubungan masing-masing kelompok

2.3   Pertanian
Sistem persawahan mulai dikenal bangsa Indonesia sejak zaman neolitikum, yakni sejak manusia menetap secara permanen (sedenter). Perkiraan ini sangat logis mengingat proses bersawah yang cukup lama mengharuskan manusia menetap di suatu tempat dengan waktu relatif lama. Kehidupan gotong royong teraktualisasikan dalam Sistem persawahan ini. Dari menyemai sampai menuai, semua dilakukan dengan bergotong royong.
Semangat gotong royong dalam sistem persawahan terlihat dalam tata pengaturan air dan tanggul. Pada masa perundagian, kemampuan bersawah semakin berkembang mengingat sudah adanya spesialisasi pekerjaan dalam masyarakat.

2.4   Kemampuan Berlayar
Kemampuan berlayar sudah dimiliki cukup lama oleh bangsa Indonesia. Kenyataan ini dilatarbelakangi oleh cara kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia dari daratan Asia. Mereka harus menggunakan perahu untuk sampai ke Indonesia. Kemampuan berlayar ini terus berkembang di tanah yang baru, mengingat kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau. Kondisi seperti ini mengharuskan orang menggunakan perahu untuk mencapai pulau lain.
Perahu bercadik merupakan model yang paling dikenal pada zaman pengaruh HinduBuddha. Perahu ini dibuat dari sebuah batang pohon besar yang ditebang bersama, kemudian dikupas kulitnya. Kayu tersebut dibuat rongga dengan cara pembakaran sedikit demi sedikit, lalu rongga dan tepian perahu dihaluskan dengan beliung dan akhirnya diberi cadik di satu ataupun kedua sisinya.
Kemampuan berlayar ini selanjutnya menjadi dasar dari kemampuan berdagang. Itulah sebabnya, sejak awal masehi, bangsa Indonesia sudah mulai berkiprah dalam jalur pelayaran perdagangan internasional.

2.5   Sistem Bahasa
Daerah Indonesia membentang sepertujuh dari lingkaran ekuator dan terbagi oleh lautan dengan beribu-ribu pulau, juga terdapat beribu-ribu lembah dan daratan. Keadaan seperti ini menyebabkan sejak semula mereka      memiliki sejumlah bahasa dan dialek. Bahasa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia itu termasuk dalam satu rumpun bahasa, yaitu rumpun bahasa Melayu Austronesia atau bahasa Melayu kepulauan Selatan. Perkembangan bahasa Melayu terlihat dengan jelas pada zaman Kerajaan Sriwijaya. Setelah mendapat pengaruh dari
bahasa Sansekerta, bahasa Melayu menjadi bahasa resmi atau bahasa prasasti Kerajaan Sriwijaya. Dalam perkembangan selanjutnya bahasa Melayu berhasil menjadi bahasa pergaulan dalam perdagangan atau menjadi bahasa perantara di seluruh wilayah kepulauan Nusantara. Oleh karena itu, bahasa Melayu menjadi lingua franca di Nusantara atau sebagian wilayah Asia Tenggara.

2.6   Ilmu Pengetahuan
Sebelum pengaruh Hindu-Buddha masuk masyarakat Indonesia telah mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat telah memanfaatkan angin musim sebagai tenaga penggerak dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan. Juga mengenal ilmu astronomi (ilmu perbintangan) sebagai petunjuk arah dalam pelayaran atau sebagai petunjuk waktu dalam bidang pertanian. Oleh karena itu, mereka telah mengetahui secara teratur waktu bercocok tanam, panen, atau saat yang tepat untuk berlayar dan menangkap ikan.

2.7   Organisasi Sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa kelompok masyarakatnya. Kelompok masyarakat itu lebih dikenal dengan sebutan suku. Hubungan masyarakat dalam suatu kelompok sukunya sangat erat. Pola kerjasama dalam hidup bergotong royong dalam suatu kelompok suku sudah terjalin dengan baik.

2.8   Teknologi
Sejak masa prasejarah, masyarakat Indonesia telah mengenal teknik pengecoran logam. Berbagai peralatan rumah tangga, peralatan untuk mengerjakan sawah atau berladang, peralatan berburu dan lain-lain dikerjakan dengan teknik pengecoran logam. Masyarakat juga telah rxtengenal teknik pembuatan perahu bercadik. Pembuatan perahu bercadik ini sesuai dengan kondisi alam Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau besar dan kecil yang dihubungkan oleh lautan. Perahu bercadik itu dapat digunakan sebagai sarana transportasi dan sarana dalam perdagangan.

2.9   Sistem Ekanomi
Masyarakat pada setiap daerah tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhar hidupnya. Untuk itu, mereka menjalin hubungan perdagangan dengar daerah-daerah lainnya. Hubungan perdagangan yang mereka kenal padz saat itu adalah sistem barter, yaitu pertukaran barang dengan barang.

2.10          Kesenian
Masyarakat prasejarah telah mengenal kesenian sebagai hiburan untuk mengisi waktu senggang. Karena sejak masyarakat hidup dari hasil bercocok tanam, mereka memiliki waktu senggang yang cukup lama, yaitu dari sejak menanam hingga panen. Waktu senggang itulah yang mereka pergunakan untuk mewujudkan dan menyalurkan jiwa seni mereka seperti seni membuat batik, seni membuat gamelan, seni wayang dan lain-lain. Namun, seni wayang biasanya dipertunjukkan setelah panen dengan lakon cerita tentang kehidupan alam sekitar mereka.

No comments:

Post a Comment