TRADISI SEJARAH MASYARAKAT INDONESIA
DI MASA PRASEJARAH
Kehidupan masyarakat Indonesia
sebelum mengenal tulisan disebut juga dengan kehidupan masyarakat Indonesia
zaman prasejarah. Zaman prasejarah berlangsung sejak manusia ada sampai manusia
mengenal tulisan. Zaman ini merupakan suatu zaman yang amat panjang dalam
sejarah kehidupan manusia.
Manusia yang hidup pada zaman
prasejarah belum mengenal tulisan. Akibatnya, generasi selanjutnya serta para
peneliti tidak mungkin mengharapkan adanya bukti-bukti tertulis mengenai
kehidupan mereka. Mereka hanya meninggalkan benda-benda kebudayaan. Melalui
benda-benda ini, para ahli meneliti kehidupan mereka. Para ahli, misalnya,
mencoba mengamati secara seksama benda-benda kebudayaan dengan cara
merekonstruksikannya. Kemudian dibuat penafsiran atau perkiraan tentang
kehidupan pada masa itu. Meski demikian, situasi dan kehidupan macam apa yang
sesungguhnya terjadi tetap tidak tersingkap secara penuh. Namun bukan berarti
bahwa para ahli tidak memberikan sumbangan apa-apa. Bagaimanapun juga, mereka
telah berusaha agar hasil penelitiannya bisa sedekat mungkin menggambarkan
kehidupan manusia pada masa itu.
1. Cara Masyarakat Mewariskan Masa Lalu
Presiden pertama Republik
Indonesia, Ir. Soekarno pernah menyatakan “jangan sekali-kali meninggalkan
sejarah”. Pernyataan ini ingin menekankan pentingnya sejarah atau masa lalu
bangsa Indonesia. Pentingnya masa lalu atau sejarah tidak hanya mengacu pada
kehidupan berbangsa saja. Masing-masing orang atau kelompok, atau suku bangsa
juga tidak boleh meninggalkan masa lalunya baik masa lalu yang kurang
menyenangkan maupun masa lalu yang menggembirakan. Menurut ilmu psikologi masa
lalu tidak boleh dilupakan, melainkan diolah, dievaluasi yang hasilnya berupa
rekonsiliasi, atau perdamaian, baik perdamaian dengan diri sendiri, perdamaian
dalam hidup berkelompok. Masa lalu merupakan kekayaan dan pedoman yang sungguh
berharga untuk hidup pada masa kini dan masa yang akan datang.
Secara khusus dalam kehidupan
bersama sebagai bangsa, ada dua aspek utama dari peninggalan masa lalu, yang pertama
bersifat material, misalnya benda-benda kebudayaan. Kedua, peninggalan masa
lalu yang bersifat nonmaterial misalnya pandangan atau falsafah hidup,
cita-cita, etos, nilai, norma, dan lain-lain. Kedua aspek ini tidak bisa
dipisah-pisahkan. Benda-benda material yang diciptakan merupakan cerminan atau
pantulan konkrit dari pandangan, etos, atau cita-cita hidup suatu bangsa.
Dengan kata lain, apa yang dihasilkan merupakan wujud dari apa yang dipikirkan.
Setiap bangsa mempunyai caranya sendiri-sendiri untuk membuat dua aspek
kebudayaan ini tidak dilupakan. Istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan
pewarisan kebudayaan dari satu generasi ke generasi disebut sosialisasi.
Perkembangan teknologi cetak,
komputer dan telekomunikasi dewasa ini memungkin untuk mengarsip peristiwa-peristiwa
yang terjadi untuk bisa diolah kembali oleh generasi yang akan datang. Dengan
demikian, yang diwariskan tidak hanya benda-benda material, tetapi juga
benda-benda non-material. Namun perkembangan ini tidak terjadi pada masyarakat
sebelum mengenal tulisan. Kebudayaan mereka hanya diwariskan secara lisan dan
melalui benda-benda kebudayaan. Ada beberapa cara untuk mewariskan masa lalu
pada masyarakat ini, di antaranya:
1.1 Melalui Keluarga
Keluarga merupakan dunia
sosial yang pertama sekaligus yang paling berkesinambungan bagi seseorang. Di
sinilah hubungan sosial intim dan langgeng pertama kali dibangun. Kemampuan
berkomunikasi, terutama melalui pembelajaran bahasa, terjadi pertama kali
melalui keluarga, dalam keluarga seseorang diperkenalkan dengan unsur-unsur
utama kebudayaannya.
Pewarisan oleh keluarga
dilakukan secara bertahap, dimulai dari yang sederhana dan mudah dipahami
menuju kesuatu yang kompleks atau rumit. Apa saja yang diwariskan? Yang
diwariskan adalah kebudayaan material dan kebuidayaan non-material. Namun yang
sering menjadi pokok perhatian keluarga adalah kebudayaan non-material, seperti
pengetahuan, kepercayaan, nilai, norma, bahasa, dan cerita dongeng. Kebudayaan
non-material yang dimaksud adalah kebudayaan non-material sebagaimana dipahami
dan dihayati dalam suku bangsa atau kelompok masyarakatnya. Nilai mengacu pada
gagasan abstrak mengenai apa yang masyarakat anggap baik, benar, dan
diinginkan. Norma adalah perwujudan konkrit dari nilai-nilai, yaitu berupa
aturan-aturan sosial dan acuan-acuan yang memberi pedoman bagi perilaku. Norma
mencakup kebiasaan (folkways), adat-istiadat (mores), dan hukum.
Bahasa mencakup bahasa tubuh (gestures) dan bahasa verbal. Keluarga
mewariskan semua ini melalui sosialisasi.
Ada dua cara sosialisasi dalam
keluarga pada masyarakat sebelum mengenal tulisan, yaitu:
(1)
Adat-istiadat.
Setiap keluarga memiliki adat-istiadat atau kebiasaan. Tradisi dan adat
kebiasaan tersebut diwariskan kepada seorang anak melalui sosialisasi. Sosialisasi
itu dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara
langsung, misalkan mengajarkan secara lisan tentang tradisi, adat-istiadat atau
kebiasaan yang berlaku dalam sebuah keluarga. Secara tidak langsung, misalnya
dengan memberikan contoh perilaku.
(2)
Cerita
dongeng. Cerita dogeng juga salah satu cara untuk mewariskan masa lalu.
Biasanya generasi tua kan menceritakan gongeng-dongeng kepada generasi yang
lebih muda. Pada cerita dogeng disisipkan pesan-pesan mengenai sesuatu yang
dipandang baik untuk dilakukan ataupun mengenai sesuatu dpandang tidak baik dan
tidak boleh dilakukan.
1.2 Melalui Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok
orang yang memiliki kesamaan budaya (yang diwariskan dari generasi ke generasi),
wilayah, identitas, dan berinteraksi dalam suatu hubungan sosial yang
terstruktur. Masing-masing anggota dalam masyarakat saling membutuhkan, saling
mengisi dan saling melengkapi. Hal ini disebabkan karena tidak ada manusia yang
bisa hidup sendiri tanpa orang lain.
Ada beberapa cara dalam mewarisi
masa lalu baik secara langsung mapun tidak langsung, di antaranya:
(1)
Adat-istiadat.
Setiap masyarakat memiliki adat-istiadat yang berbeda satu sama lain.
Berhadapan dengan adat-istiadat itu, setiap anggota masyarakat harus patuh.
Penyimpangan akan membuat seseorang disisihkan dari lingkungan masyarakatnya.
Misalnya pewarisan sifat gotong-royong dalam kehidupan masyarakat. Baik
langsung maupun tidak langsung, akan menjadi pembelajaran yang dapat memberikan
pengetahuan tentang kehidupan masyarakat bersangkutan dari masa ke masa atau
dari generasi ke generasi. Adat-istiadat dapat menjadi sarana untuk mewariskan
masa laku kepada generasi penerus. Namun masa lalu yang diwariskan oleh
generasi terdahulu kepada generasi berikutnya terkadang tidak persis sama
dengan apa yang terjadi pada masa lalu itu, tetapi mengalami berbagai perubahan
sesuai dengan perkembangan zaman. Hal disebabkan karena manusia memiliki akal
untuk mengolah apa yang diwariskan oleh generasi terdahulu dan apa yang
dibutuhkan oleh generasi bersangkutan. Oleh karena itu, masa lalu tidak
sepenuhnya diambil oleh generasi berikutnya, tetapi hanya menjadi dasar yang
terus dikembangkan dan diperbaharui.
(2)
Pertunjukan
Hiburan. Seorang sarjana berkebangsaan Belanda, Dr. J. L. Brandes, menemukan 10
pokok kehidupan masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan atau sebelum
masuknya pengaruh Hindu-Buddha. Salah satu di antaranya adalah pertunjukan
wayang. Pertunjukan wayang dilakukan dengan tujuan mendatangkan roh nenek
moyang. Dengan demikian,
pertunjukan wayang selain bermakna hiburan juga bermakna religius. Dalam
pertunjukan wayang selalu disisipkan petuah-petuah atau petunjuk-petunjuk
tentang suatu kehidupan yang sedang dilalui oleh masyarakat. Dalam pertunjukan
wayang juga dinyatakan tentang baik-buruk kehidupan yang dilalui oleh
masyarakat, bahkan pada ceritera wayang dibahas sebab-akibat dari perilaku
manusia secara keseluruhan. Pertunjukan wayang sering mengambil lakon
ceritera tentang kehidupan seorang manusia dalam masyarakat, atau membandingkan
kehidupan antar masyarakat. Bahkan pemain wayang, disebut dalang, biasanya mengambil
ceritera tentang asal-usul daerah yang ditempati oleh suatu masyarakat. Kegigihan
generasi terdahulu membangun tempat tinggalnya sering dibesar-besarkan atau
diagung-agungkan. Hal ini dilakukan agar generasi berikut tetap memberi
penghormatan kepada para pendahulunya atau memberikan penghargaan yang tinggi
karena generasi terdahulu telah menyediakan tempat untuk generasi berikut. Sementara
itu, wayang sebagai pertunjukan hiburan sangat besar manfaatnya dalam kehidupan
manusia. Ceritera-ceritera yang banyak mengandung petuah yang bermanfaat dapat
menjadi salah satu sarana untuk mengingatkan manusia atau masyarakatnya akan
masa lalunya. Sampai saat
ini, seni wayang masih digemari oleh masyarakat Jawa.
Kepercayaan Masyarakat. Penelitian
seorang sarjana berkebangsaan Perancis, G. Coedes, menyatakan bahwa masyarakat
Indonesia sebelum mengenal tulisan atau sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha
telah memiliki 10 unsur pokok peradaban. Salah satu dari 10 unsur pokok
peradaban itu adalah kepercayaan. Kepercayaan itu berbentuk animisme, dinamisme
dan monoteisme, serta pemujaan terhadap roh nenek moyang atau roh leluhur. Sementara
itu, pemujaan terhadap roh leluhur menjadi sangat penting dalam kehidupan
masyarakat Indonesia karena melalui pemujaan itu masyarakat akan mengenang dan
mengingat apa yang telah pernah dilakukan oleh para leluhurnya di masa lalu,
yang kemudian diwarisi. Dalam perjalanan sejarah muncul pertanyaan tentang
mengapa masyarakat sebelum mengenal tulisan menganut animisme, dinamisme, dan
monoteisme? Munculnya kepercayaan semacam itu merupakan suatu proses yang
sangat panjang dalam sejarah kehidupan manusia. Proses itu berkembang dalam
kehidupan masyarakat yang didasarkan pada pengalaman masyarakat bersangkutan
dan ketergantungan mereka pada alam. Contohnya, tugu batu (menhir) yang
didirikan oleh masyarakat sebagai tanda penghormatan kepada roh leluhur atau
roh nenek moyang. Tugu batu itu dikeramatkan oleh masyarakat, bahkan masyarakat
menganggap bahwa tugu batu itu memiliki roh atau jiwa atau kekuatan gaib. Oleh
karena itu, secara turun-temurun atau dari generasi ke generasi mereka tetap
melakukar pemujaan terhadap roh nenek moyang atau roh leluhur melalui tugu bate
tersebut. Selain itu terdapat jugs bends-benda yang memiliki kekuatan gaip
dalam bentuk senjata atau benda-benda lain.
Dengan demikian, pernyataan dari sarjana Belanda
Dr. Brandes hampir sama dengan catatan sarjana Perancis Coedes tentang 10 unsur
pokok dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebelum pengaruh Hindu-Buddha. Jady!
berdasarkan sisa-sisa peninggalan yang ditemukan maka dapat diungkapkan' bahwa
kehidupan masyarakat nenek moyang Indonesia pada zaman sebelum masuknya
pengaruh Hindu-Buddha telah memiliki tingkat kebudayaan yang tinggi.
Masyarakatnya telah teratur dalam kehidupan kelompok, telah mengenal kepandaian
teknik perundagian seperti mengecor dan mencetak logam (perunggu), memahat dan
sebagainya. Selain itu, mereka termasuk bangsa maritim yang ulung.
Dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa masyarakat bangsa Indonesia pada masa itu adalah:
(1)
Masyarakat
agraris - religius dengan corak pekerjaan bercocok tanam padi.
(2)
Memiliki
tingkat peradaban yang tinggi (teknologi perundagian) dar pelayaran.
(3)
Hidup
dalam kelompok berdasarkan asas kehidupan gotong royong, musyawarah dan mufakat.
(4)
Merupakan
masyarakat komunal dengan asas kesejahteraan bersama.
Berdasarkan penelitian seorang
sarjana Perancis yang bernama Coedes dalam bidang peradaban masyarakat
Indonesia sebelum pengaruh Hindu-Buddha terdapat 10 unsur peradaban yang
dimiliki di antaranya:
(1)
Memelihara
ternak (sapi, unggas, dan lain-lain)
(2)
Mengenal
keterampilan teknik undagi (perundagian)
(3)
Mengenal
pengetahuan pelayaran di samudera luas
(4)
Sistem
kekerabatan matrilineal
(5)
Kepercayaan
animisme, dinamisme dan pemujaan roh leluhur
(6)
Mengenal
organisasi pembagian air untuk pertanian
(7)
Kepandaian
membuat barang-barang dari tanah list seperti gerabah atau tembikar
(8)
Kepercayaan
kepada penguasa gunung
(9)
Cara
pemakaman pada dolmen atau kubur batu
(10) Mitologi pertentangan antara dua unsur
kosmos
Sedangkan sarjana purbakala
Dr. Brandes menyatakan bahwa menjelang masuknya pengaruh Hindu-Buddha atau
menjelang kehidupan masyarakat Indonesia mengenal tulisan, telah memiliki 10
unsur pokok kebudayaan asli Indonesia, yaitu:
(1)
Bercocok
tanam padi bersawah
(2)
Mengenal
prinsip dasar permainan wayang, dengan maksud untuk mendatangkan roh nenek
moyang.
(3)
Mengenal
seni gamelan yang terbuat dari perunggu
(4)
Pandai
membatik (tulisan hias)
(5)
Pola
susunan masyarakat macapat, susunan suatu ibukota selalu terdapat tanah lapang
atau alun-alaun yang dikelilingi oleh istana (keraton), bangunan tempat
pemujaan atau upacara agama. Sebuah pasar dan sebuah rumah penjara.
(6)
Telah
mengenal slat tukar dalam perdagangan
(7)
Membuat
barang-barang dari logam, terutama perunggu
(8)
Memiliki
kemampuan yang tinggi dalam pelayaran (sebagai bangsa bahari)
(9)
Mengenal
pengetahuan astronomi
(10) Susunan masyarakat yang teratur
2. Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia
Sebelum Mengenal Tulisan
Beberapa unsur-unsur
kebudayaan masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan atau sebelum pengaruh
Hindu-Buddha, antara lain:
2.1 Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan dalam
masyarakat Indonesia diperkirakan mulai tumbuh pada masa berburu dan
mengumpulkan makanan. Hal ini dibuktikan dengan penemuan lukisan-lukisan pada
dinding-dinding goa di Sulawesi Selatan. Lukisan itu berbentuk cap tangan merah
dengan jari-jari yang direntangkan. Lukisan itu diartikan sebagai sumber
kekuatan atau simbol perlindungan untuk mencegah roh jahat. Ada juga lukisan
tangan dengan jari tidak lengkap yang merupakan tanda berkabung dan
penghormatan terhadap roh nenek moyang.
Adanya corak kepercayaan
seperti ini diperkuat oleh penemuan lukisan kadal di Pulau Seram dan Papua. Di
tempat yang sama juga ditemukan lukisan perahu, yang menggambarkan kendaraan
nenek moyang ke alam baka.
Kepercayaan terhadap roh nenek
moyang ini terus berkembang pada masa bercocok tanam hingga masa perundagian.
Selain penghormatan terhadap roh nenek moyang, ada juga kepercayaan terhadap
kekuatan alam. Kepercayaan ini kiranya turut ditentukan oleh pengalaman dan
ketergantungan mereka terhadap alam.
2.2 . Sistem Kemasyarakatan
Ketika manusia hidup bercocok tanam dan jumlahnya
bertambah besar, sistem kemasyarakatan mulai tumbuh. Gotong-royong dirasakan
sebaga kewajiban yang mendasar dalam menjalani kegiatan hidup, seperti menebang
hutan, menangkap ikan, menebar benih, dan lain-lain. Demi menjaga hidup bersama
yang harmonis, manusia menyadari perlunya aturan-aturan yan perlu disepakati
bersama. Agar aturan ini ditaati, ditentukan seorang pemimpin yang bertugas
menjamin terlaksananya kepentingan bersama.
Sistem kemasyarakatan terus
berkembang khususnya pada masa perundagian. Pada masa ini sistem kemasyarakatan
menjadi lebih kompleks, Masyarakat terbagi menjadi kelompok-kelompok tertentu
sesuai dengan bidang keahliannya. Uniknya tugas yang ditangani membuat masing-masing
kelompok memiliki aturan sendiri. Meskipun demikian, tetap ada aturan umum yang
menjamin keharmonisan hubungan masing-masing kelompok
2.3 Pertanian
Sistem persawahan mulai
dikenal bangsa Indonesia sejak zaman neolitikum, yakni sejak manusia menetap
secara permanen (sedenter). Perkiraan ini sangat logis mengingat proses
bersawah yang cukup lama mengharuskan manusia menetap di suatu tempat dengan
waktu relatif lama. Kehidupan gotong royong teraktualisasikan dalam Sistem
persawahan ini. Dari menyemai sampai menuai, semua dilakukan dengan bergotong
royong.
Semangat gotong royong dalam
sistem persawahan terlihat dalam tata pengaturan air dan tanggul. Pada masa
perundagian, kemampuan bersawah semakin berkembang mengingat sudah adanya
spesialisasi pekerjaan dalam masyarakat.
2.4 Kemampuan Berlayar
Kemampuan berlayar sudah
dimiliki cukup lama oleh bangsa Indonesia. Kenyataan ini dilatarbelakangi oleh
cara kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia dari daratan Asia. Mereka harus
menggunakan perahu untuk sampai ke Indonesia. Kemampuan berlayar ini terus
berkembang di tanah yang baru, mengingat kondisi geografis Indonesia yang
terdiri dari pulau-pulau. Kondisi seperti ini mengharuskan orang menggunakan
perahu untuk mencapai pulau lain.
Perahu bercadik merupakan
model yang paling dikenal pada zaman pengaruh HinduBuddha. Perahu ini dibuat
dari sebuah batang pohon besar yang ditebang bersama, kemudian dikupas
kulitnya. Kayu tersebut dibuat rongga dengan cara pembakaran sedikit demi
sedikit, lalu rongga dan tepian perahu dihaluskan dengan beliung dan akhirnya
diberi cadik di satu ataupun kedua sisinya.
Kemampuan berlayar ini
selanjutnya menjadi dasar dari kemampuan berdagang. Itulah sebabnya, sejak awal
masehi, bangsa Indonesia sudah mulai berkiprah dalam jalur pelayaran
perdagangan internasional.
2.5 Sistem Bahasa
Daerah Indonesia membentang
sepertujuh dari lingkaran ekuator dan terbagi oleh lautan dengan beribu-ribu
pulau, juga terdapat beribu-ribu lembah dan daratan. Keadaan seperti ini
menyebabkan sejak semula mereka memiliki
sejumlah bahasa dan dialek. Bahasa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
itu termasuk dalam satu rumpun bahasa, yaitu rumpun bahasa Melayu Austronesia
atau bahasa Melayu kepulauan Selatan. Perkembangan bahasa Melayu terlihat
dengan jelas pada zaman Kerajaan Sriwijaya. Setelah mendapat pengaruh dari
bahasa Sansekerta, bahasa
Melayu menjadi bahasa resmi atau bahasa prasasti Kerajaan Sriwijaya. Dalam
perkembangan selanjutnya bahasa Melayu berhasil menjadi bahasa pergaulan dalam
perdagangan atau menjadi bahasa perantara di seluruh wilayah kepulauan
Nusantara. Oleh karena itu, bahasa Melayu menjadi lingua franca di Nusantara
atau sebagian wilayah Asia Tenggara.
2.6 Ilmu Pengetahuan
Sebelum pengaruh Hindu-Buddha
masuk masyarakat Indonesia telah mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi.
Masyarakat telah memanfaatkan angin musim sebagai tenaga penggerak dalam
aktivitas pelayaran dan perdagangan. Juga mengenal ilmu astronomi (ilmu
perbintangan) sebagai petunjuk arah dalam pelayaran atau sebagai petunjuk waktu
dalam bidang pertanian. Oleh karena itu, mereka telah mengetahui secara teratur
waktu bercocok tanam, panen, atau saat yang tepat untuk berlayar dan menangkap
ikan.
2.7 Organisasi Sosial
Sebagai makhluk sosial,
manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa kelompok masyarakatnya. Kelompok
masyarakat itu lebih dikenal dengan sebutan suku. Hubungan masyarakat dalam
suatu kelompok sukunya sangat erat. Pola kerjasama dalam hidup bergotong royong
dalam suatu kelompok suku sudah terjalin dengan baik.
2.8 Teknologi
Sejak masa prasejarah,
masyarakat Indonesia telah mengenal teknik pengecoran logam. Berbagai peralatan
rumah tangga, peralatan untuk mengerjakan sawah atau berladang, peralatan
berburu dan lain-lain dikerjakan dengan teknik pengecoran logam. Masyarakat
juga telah rxtengenal teknik pembuatan perahu bercadik. Pembuatan perahu
bercadik ini sesuai dengan kondisi alam Indonesia yang terdiri dari berbagai
pulau besar dan kecil yang dihubungkan oleh lautan. Perahu bercadik itu dapat
digunakan sebagai sarana transportasi dan sarana dalam perdagangan.
2.9 Sistem Ekanomi
Masyarakat pada setiap daerah
tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhar hidupnya. Untuk itu, mereka menjalin
hubungan perdagangan dengar daerah-daerah lainnya. Hubungan perdagangan yang
mereka kenal padz saat itu adalah sistem barter, yaitu pertukaran barang dengan
barang.
2.10
Kesenian
Masyarakat prasejarah telah
mengenal kesenian sebagai hiburan untuk mengisi waktu senggang. Karena sejak
masyarakat hidup dari hasil bercocok tanam, mereka memiliki waktu senggang yang
cukup lama, yaitu dari sejak menanam hingga panen. Waktu senggang itulah yang
mereka pergunakan untuk mewujudkan dan menyalurkan jiwa seni mereka seperti seni
membuat batik, seni membuat gamelan, seni wayang dan lain-lain. Namun, seni
wayang biasanya dipertunjukkan setelah panen dengan lakon cerita tentang
kehidupan alam sekitar mereka.
No comments:
Post a Comment