Wednesday 25 March 2015

MAKALAH | Filipina Dalam Jajahan Amerika Serikat


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Amerika serikat  selalu memiliki kekuasaan yang nyaris dapat dikatakan magis selaku penolong, tetapi juga sebagai penindas. Dalam pikiran rakyat filipina, banyak yang beranggapan bahwa amerika serikat  memiliki kemampuan yang hampir tak terbatas untuk membentuk dan menentukan masa depan filipina, baik secara positif maupun negatif.
Pada kenyataannya, produk nasional bruto ( GNP ) amerika serikat yang pernah mendekati separuh GNP seluruh dunia, kini hanya mencapai seperlima. Dan pengalaman pahit di vietnam telah mengubah pikiran orang-orang amerika yang mulanya merasa tidak mungkin bisa dikalahkan, karena dalam berbagai peperangan yang terjadi sejak 1846 sampai 1945 selalu tampil sebagai pihak yang menang. Amerika serikat telah belajar untuk berhati-hati mengenai  kemungkinan taktis dari pengerahan kekuatan dalam menghadapi situasi-situasi yang jauh lokasinya.
Sekalipun amerika serikat dewasa ini merupakan negara adidaya yang agaknya sudah tahu diri dan pada umumnya bersikap hati-hati, begitu pula kemampuan dan maksud-maksudnya sehubungan dengan filipina bukan tidak ada batas-batasnya, namun  orang filipina melihat sangat besarnya ukuran dan kemampuan amerika serikat dalam berbagai hal yang memang merupakan faktor penentu dari sebagian besar perkembangan sejarah hubungan  antara kedua negara. Tetapi argumentasi yang mengetengahkan kekuatan militer dan ekonomi amerika serikat semata –mata tidak memadai untuk menjelaskan adanya sikap mengandalkan  dan juga perasaan dendam dipihak filipina,yang mewarnai hubungan tersebut.
Secara objektif itu mungkin saja benar, orang filipina selama ini cenderung mencontoh gaya-gaya amerika, bahkan sementara mereka melakukan perlawanan menentang kehadiran amerika serikat.

1.2  Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui apa latar belakang dari bangsa Amerika datang ke Filipina.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Penaklukan dan Reaksi
Sama sekali tidak ada rencana dipihak Amerika Serikat untuk menguasai filipina; dilain pihak, peluang untuk melakukan juga tidak di sia-siakan. Dalam abad kesembilan belas, amerika serikat yang waktu itu merupakan republik yang masih muda, melebarkan sayap keseluruh penjuru dunia,  memasukan kawasan-kawasan berpenduduk jarang kedalam kerangka konstitusionalnya dengan kedudukan sebagai negara-negara bagaian.
Peristiwa-peristiwa yang membawa Amerika Serikat ke Kuba, di mana yang paling utama adalah serangan yang menyebabkan musnahnya kapal perang Maine, juga menyebabkan kedatangannya di Filipina.  Dan Theodore Roosevelt (yang kemudian menjadi presiden Amerika Serikat) melihatnya adanya peluang untuk merealisasikan teori imperealisme strategi dari kapten Alfred Thayer Mahan.  Dalam kedudukannya selaku pembantu Manteri Angkatan Laut, Roosevelt mengerahkan kekuatan Amerika Serikat ke Manila, di bawah pimpinan Laksamana Dewey.  Sementara Amerika Serikat berhasil mengalahkan Spanyol di Filipina, Roosevelt sendiri meletakkan jabatan guna memimpin pasukan sukarelawan menyerbu Kuba.
Baik di kuba maupun Filipina, Amerika Serikat berhasil dengan mudah mengalahkan spanyol, namun di Filipina setelah itu menyusul perlawanan sengit oleh rakyat Filipina.  Tentara nasionalis pimpinan Aquinaldo serta pasukan-pasukan gerilya lainnya mengadakan perlawanan gigih, sehingga pengundangan keadaan darurat perang oleh Amerika Serikat baru di cabut kembali pada tahun 1901.
Amerika Serikat di sini melangkah masuk ke dalam kancah revolusi yang terkhir melawan Spanyol di Amerika Latin, dan bersamaan dengan itu juga melibatkan diri dalam revolusi Asia yang pertama menentang kekuatan Barat.  William Graham Summer melihat bahayanya menjadi kekuatan imperialis jenis baru, kekeliruan-kekeliruan dan tindak-tindak kekerasan mana kemudian diulangi oleh Amerika Serikat dengan skala yang lebih besar dan lebih tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, yaitu ketika mencoba menggantikan peranan Prancis dan vietnam.
Amerika Serikat dengan sigap memamfaatkan peluang strategis yang timbul di Filipina untuk melengkapi dirinya sebagai suatu kekuatan dunia di bidang militer dengan sebuah pangkalan utama di Asia, serta sebagai kekuatan ekonomi dengan peranan sebagai pengajar dan pelindung untuk memenuhi misinya demi demokrasi dan agama.
Kehadiran Amerika disana bukan hanya untuk sementara waktu saja.  Reaksi-reaksi yang timbul diwakili oleh enam orang berikut ini:
Felipe Salvador yang bertempur sebagai pemimpin gerilya melawan spanyul dan kemudian Amerika Serikat, tahun 1903 muncul sebagai “Paus” Santa Iglesia, suatu kelompok mistik dan militan, yang selama beberapa tahun melakukan perlawanan terhadap rezim penjajahan.  Ia tewas di tiang gantungan pada tahun 1911 karena dipersalahkan melakukan pembunuhan dan pemberontakan.
Keenam orang ini dapat dipandang sebagai mewakili perkembangan menurunya sikap permusuhan dan meningkatnya kemauan menyesuaikan diri dengan kehadiran Amerika Serikat sebagai kekuatan penjajah: Quezon adalah yang paling menonjol dari semuanya, karena ia berhasil memproyeksikan semangat gerilyawan yaitu kebanggaan nasional yang terhina, juga sementara ia belajar bahasa inggris serta mengambil alih tata krama Amerika untuk memikat orang-orng Amerika, baik penanam modal maupun kalangan pejabat  resmi.

2.2  Perbauran Amerika-Filipina 1901-1941
Amerika Serikat tetap hadir di Filipina, walau dengan menghadapi tiga masalah yang memusingkan.  Pertama, Filipina ternyata tidak berarti banyak sebagai batu loncatan untuk merintis perdagangan dengan cina, sementara perdagangan itu sendiri ternyata hanya merupakan impian indah belaka jika dikaitkan dengan gambaran yang populer antara 1898-1900 tentang adanya kekayaan berlimpah ruah.  Kedua, daerah jajahan itu sendiri tidak dapat dianggap merupakan asset yang berarti di bidang ekonomi.  Keuntungan yang berhasil diperoleh investasi swasta di sana hanya sedikit saja. Amerika Serikat lebih banyak membeli hasil pertanian Filipina yang memperoleh proteksi dari pada menjual barang-barang manukfaktur ke sana.  Biaya pemerintahan tidak dapat sepenuhnya ditutup oleh pemasukan pajak setempat, sementara biaya tersebut di perbesar lagi dengan tambahan biaya pertahanan yang dipikul oleh Dapertement Keuangan Amerika Serikat.  Filipina secara ekonomis dapat dipandang sebagai merugikan bagi Amerika Serikat.  Masalah memusingkan yang ketiga adalah kenyataan bahwa instalasi militer dan pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Filipina tidak di kembangkan secara memadai untuk menghadapi jepang yang merupakan ancaman potensial.  Instalasi-instalasi itu bukan menjadi bagian dari kekuatan global seperti yang diinginkan Theodore Roosevelt, tetapi malah merupakan apa yang olehnya dikhawatirkan menjadi titik rawan dari kekuatan Amerika.
Kalangan di Amerika Serikat yang menghendaki agar Filipina dilepaskan saja makin lama makin kuat, sehingga tahun 1993 berhasil unggul.  Termasuk di dalamnya Lobby produsen gula tebu  dan bit yang menentang minyak kelapa, serta lobby serikat buruh yang menentang masuknya tenaga kerja Filipina ke Amerika.
Waktu yang dijadikan ancang-ancang adalah 1946.  Sampai tahun saat itu Filipina dijadikan suatu Commonwealth yang semiotonom, di bawah seorang presiden Filipina yang terpilih secara nasional.  Periode Commonwealth merupakan puncak yang penuh kedamaian dalam hubungan Filipina-Amerika.  Sistem perwakilan konstitusional berfungsi dengan efektif dengan pimpinan eksekutif ditangan seorang pribumi.  Gaya yang mengiringi struktur ini adalah koalisi-koalisi yang senantiasa bergeser dan didasarkan pada perorangan, dengan warna primordial yang kuat.  Konsep-konsep utang budi, kebersamaan dan pengandalan diri pada kelompok sendiri sangat penting peranannya dalam sistem kekeluargaan yang luas secara bilateral, dan menghasilkan aspek-aspek feodal, tetapi yang jelas bercorak regional dan faksional, di hubungkan oleh nilai-nilai personal, keotoriteran dan kharismatik.
Dua pernyataan Manuel Quezon menunjukkan dinamika dan juga dilema dari sistem dalam mana karir politiknya menanjak: “lebih baik pemerintahan brengsek tetapi berada di tangan orang filipina sendiri daripada pemerintahan mulus yang dikendalikan Amerika”; dan “Amerika sialan! Sebuah selogan anti kolonial yang klasik, bisa saja diciptakan dimana saja;
Orang-orang Filipina yang memiliki kesadaran politik menyadari dengan dibarengi persaan berterima kasih kepada Amerika Serikat bahwa tingkat bebas buta huruf Filipina adalah yang paling tinggi di kawasan Asia Tenggara, tujuan Amerika dengan pola kebijakannya ialah membantu bangsa Filipina untuk berkembang untuk menuju kemerdekaan yang dijadwalkan.
Sebagian dari motivasi Amerika adalah kepentingan sendiri yang bercorak negatif, yaitu melepaskan diri dari pertanggung jawaban atas Filipina.  Pengeluaran absolut pemerintahan di Filipina per kapita sebenarnya sangat kecil, walau relatif masih besar jika dibandingkan dengan pengeluaran negara-negara penjajah lainnya.  Sikap rasial orang Amerika terhadap Filipina adalah menilai derajat diri sendiri lebih tinggi, dan itu bergerak dari yang masih moderat sampai yang paling ekstrem.
Amerika Serikat menghindari beberapa kekeliruan yang dilakukan negara-negara imperialis Eropa, seprti misalnya sistem-sistem perkebunan di sumatra, malaya, dan indocina, begitu pula monopoli candu oleh pemerintah seperti yang dilakukan oleh Belanda, Perancis, dan Inggris.  Kongres Amerika Serikat dalam Era progresif mensahkan undang-undang pemilikan tanah dan undang-undang perusahaan yang mengakibatkan investor-investor Amerika sulit sekali bisa merebut  “patrimoni” (istilah politis Filipina untuk tanah) atau mengendalikan pertumbuhan industri.
Hal yang merupakan inti dalam hubungan Amerika Serikat- Filipina adalah keterikatan kultural yang timbul.  Perkembangannya memang tidak bisa lain. “ Tradisi agung” yang asli di Filipina adalah katolik – Spanyol, berbeda sekali dengan, misalnya saja, indetitas nasional Birma yang Budhis, atau sinkretisme yang anggun di jawa dari beberapa unsur  Asia. Konsep-konsep Amerika tentang kebebasan individual dengan mudah dapat dicangkokkan pada gagasan-gagasan katolik tentang nilai jiwa individual.  Terjadinya revolusi tahun 1896, suatu “Agama Sekuler” Amerika yang mengagungkan demokrasi dan kemajuan dapat dengan mudah menyelinap masuk dan menyebar ke seluruh  Filipina.




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Baik di kuba maupun Filipina, Amerika Serikat berhasil dengan mudah mengalahkan spanyol, Kehadiran Amerika disana bukan hanya untuk sementara waktu saja.
Tujuan Amerika dengan pola kebijakannya ialah membantu bangsa Filipina untuk berkembang untuk menuju kemerdekaan yang dijadwalkan.  Sebagian dari motivasi Amerika adalah kepentingan sendiri yang bercorak negatif, yaitu melepaskan diri dari pertanggung jawaban atas Filipina.
Terjadinya revolusi tahun 1896, suatu “Agama Sekuler” Amerika yang mengagungkan demokrasi dan kemajuan dapat dengan mudah menyelinap masuk dan menyebar ke seluruh  Filipina. Secara objektif itu mungkin saja benar, orang filipina selama ini cenderung mencontoh gaya-gaya amerika, bahkan sementara mereka melakukan perlawanan menentang kehadiran amerika serikat. Sedangkan orang amerika cenderung melihat filipina melalui kaca mata subjektif yang begitu buram karena terselubung kesibukan dengan diri sendiri,sehingga nyaris tidak bisa melihat  apa-apa dengannya.




DAFTAR PUSTAKA

Bernad, Miguel A. 1983 Tradition and discontinuity: Essays on Philippine History       and   Culture. Manila: National Book Store.
Bresnan,  John. 1988  Krisis filipina Zaman Marcos Dan Keruntuhannya,. Jakarta:    PT.Gramedia

No comments:

Post a Comment