|
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amerika serikat selalu memiliki kekuasaan yang nyaris dapat
dikatakan magis selaku penolong, tetapi juga sebagai penindas. Dalam pikiran
rakyat filipina, banyak yang beranggapan bahwa amerika serikat memiliki kemampuan yang hampir tak terbatas
untuk membentuk dan menentukan masa depan filipina, baik secara positif maupun
negatif.
Pada kenyataannya,
produk nasional bruto ( GNP ) amerika serikat yang pernah mendekati separuh GNP
seluruh dunia, kini hanya mencapai seperlima. Dan
pengalaman pahit di
vietnam telah mengubah pikiran orang-orang amerika yang mulanya merasa tidak
mungkin bisa dikalahkan, karena dalam berbagai peperangan yang terjadi sejak
1846 sampai 1945 selalu tampil sebagai pihak yang menang. Amerika serikat telah
belajar untuk berhati-hati mengenai
kemungkinan taktis dari pengerahan
kekuatan dalam menghadapi situasi-situasi yang jauh lokasinya.
Sekalipun amerika
serikat dewasa ini merupakan
negara adidaya yang agaknya sudah tahu diri dan pada umumnya bersikap
hati-hati, begitu pula kemampuan dan maksud-maksudnya sehubungan dengan filipina bukan tidak ada
batas-batasnya, namun orang filipina
melihat sangat besarnya ukuran dan kemampuan amerika serikat dalam berbagai hal
yang memang merupakan faktor penentu dari sebagian besar perkembangan sejarah hubungan
antara kedua negara. Tetapi argumentasi yang mengetengahkan kekuatan
militer dan ekonomi amerika serikat semata –mata tidak memadai untuk
menjelaskan adanya sikap mengandalkan
dan juga perasaan dendam dipihak filipina,yang mewarnai hubungan
tersebut.
Secara objektif itu
mungkin saja benar, orang filipina selama ini cenderung mencontoh gaya-gaya
amerika, bahkan sementara mereka melakukan perlawanan menentang kehadiran
amerika serikat.
1.2 Tujuan
Tujuan
dari makalah ini adalah untuk mengetahui apa latar belakang dari bangsa Amerika
datang ke Filipina.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Penaklukan
dan Reaksi
Sama
sekali tidak ada rencana dipihak Amerika
Serikat untuk menguasai filipina; dilain
pihak, peluang untuk melakukan juga tidak di
sia-siakan. Dalam abad kesembilan belas, amerika serikat yang waktu itu
merupakan republik yang masih muda, melebarkan sayap keseluruh penjuru
dunia, memasukan kawasan-kawasan
berpenduduk jarang kedalam kerangka konstitusionalnya dengan kedudukan sebagai
negara-negara bagaian.
Peristiwa-peristiwa yang membawa Amerika Serikat ke Kuba, di mana yang
paling utama adalah serangan yang menyebabkan musnahnya kapal perang Maine, juga menyebabkan kedatangannya di
Filipina. Dan Theodore Roosevelt (yang
kemudian menjadi presiden Amerika Serikat) melihatnya adanya peluang untuk
merealisasikan teori imperealisme strategi dari kapten Alfred Thayer
Mahan. Dalam kedudukannya selaku
pembantu Manteri Angkatan Laut, Roosevelt mengerahkan kekuatan Amerika Serikat
ke Manila, di bawah pimpinan Laksamana Dewey.
Sementara Amerika Serikat berhasil mengalahkan Spanyol di Filipina,
Roosevelt sendiri meletakkan jabatan guna memimpin pasukan sukarelawan menyerbu
Kuba.
Baik di kuba maupun Filipina, Amerika Serikat berhasil dengan mudah
mengalahkan spanyol, namun di Filipina setelah itu menyusul perlawanan sengit
oleh rakyat Filipina. Tentara nasionalis
pimpinan Aquinaldo serta pasukan-pasukan gerilya lainnya mengadakan perlawanan
gigih, sehingga pengundangan keadaan darurat perang oleh Amerika Serikat baru
di cabut kembali pada tahun 1901.
Amerika Serikat di sini melangkah masuk ke dalam kancah revolusi yang
terkhir melawan Spanyol di Amerika Latin, dan bersamaan dengan itu juga
melibatkan diri dalam revolusi Asia yang pertama menentang kekuatan Barat. William Graham Summer melihat bahayanya
menjadi kekuatan imperialis jenis baru, kekeliruan-kekeliruan dan tindak-tindak
kekerasan mana kemudian diulangi oleh Amerika Serikat dengan skala yang lebih
besar dan lebih tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, yaitu ketika
mencoba menggantikan peranan Prancis dan vietnam.
Amerika Serikat dengan sigap memamfaatkan peluang strategis yang timbul di
Filipina untuk melengkapi dirinya sebagai suatu kekuatan dunia di bidang
militer dengan sebuah pangkalan utama di Asia, serta sebagai kekuatan ekonomi
dengan peranan sebagai pengajar dan pelindung untuk memenuhi misinya demi
demokrasi dan agama.
Kehadiran Amerika disana bukan hanya untuk sementara waktu saja. Reaksi-reaksi yang timbul diwakili oleh enam
orang berikut ini:
Felipe Salvador yang bertempur sebagai pemimpin gerilya melawan spanyul dan
kemudian Amerika Serikat, tahun 1903 muncul sebagai “Paus” Santa Iglesia, suatu
kelompok mistik dan militan, yang selama beberapa tahun melakukan perlawanan
terhadap rezim penjajahan. Ia tewas di
tiang gantungan pada tahun 1911 karena dipersalahkan melakukan pembunuhan dan
pemberontakan.
Keenam orang ini dapat dipandang sebagai mewakili perkembangan menurunya
sikap permusuhan dan meningkatnya kemauan menyesuaikan diri dengan kehadiran
Amerika Serikat sebagai kekuatan penjajah: Quezon adalah yang paling menonjol
dari semuanya, karena ia berhasil memproyeksikan semangat gerilyawan yaitu
kebanggaan nasional yang terhina, juga sementara ia belajar bahasa inggris
serta mengambil alih tata krama Amerika untuk memikat orang-orng Amerika, baik
penanam modal maupun kalangan pejabat
resmi.
2.2 Perbauran
Amerika-Filipina 1901-1941
Amerika Serikat tetap hadir di Filipina, walau dengan menghadapi tiga
masalah yang memusingkan. Pertama,
Filipina ternyata tidak berarti banyak sebagai batu loncatan untuk merintis
perdagangan dengan cina, sementara perdagangan itu sendiri ternyata hanya
merupakan impian indah belaka jika dikaitkan dengan gambaran yang populer
antara 1898-1900 tentang adanya kekayaan berlimpah ruah. Kedua, daerah jajahan itu sendiri tidak dapat
dianggap merupakan asset yang berarti
di bidang ekonomi. Keuntungan yang
berhasil diperoleh investasi swasta di sana hanya sedikit saja. Amerika Serikat
lebih banyak membeli hasil pertanian Filipina yang memperoleh proteksi dari
pada menjual barang-barang manukfaktur ke sana.
Biaya pemerintahan tidak dapat sepenuhnya ditutup oleh pemasukan pajak
setempat, sementara biaya tersebut di perbesar lagi dengan tambahan biaya
pertahanan yang dipikul oleh Dapertement Keuangan Amerika Serikat. Filipina secara ekonomis dapat dipandang sebagai
merugikan bagi Amerika Serikat. Masalah
memusingkan yang ketiga adalah kenyataan bahwa instalasi militer dan pangkalan
Angkatan Laut Amerika Serikat di Filipina tidak di kembangkan secara memadai
untuk menghadapi jepang yang merupakan ancaman potensial. Instalasi-instalasi itu bukan menjadi bagian
dari kekuatan global seperti yang diinginkan Theodore Roosevelt, tetapi malah
merupakan apa yang olehnya dikhawatirkan menjadi titik rawan dari kekuatan
Amerika.
Kalangan di Amerika Serikat yang menghendaki agar Filipina dilepaskan saja
makin lama makin kuat, sehingga tahun 1993 berhasil unggul. Termasuk di dalamnya Lobby produsen gula tebu dan bit yang menentang minyak kelapa, serta lobby serikat buruh yang menentang
masuknya tenaga kerja Filipina ke Amerika.
Waktu yang dijadikan ancang-ancang adalah 1946. Sampai tahun saat itu Filipina dijadikan
suatu Commonwealth yang semiotonom, di bawah seorang presiden Filipina yang
terpilih secara nasional. Periode
Commonwealth merupakan puncak yang penuh kedamaian dalam hubungan
Filipina-Amerika. Sistem perwakilan
konstitusional berfungsi dengan efektif dengan pimpinan eksekutif ditangan
seorang pribumi. Gaya yang mengiringi
struktur ini adalah koalisi-koalisi yang senantiasa bergeser dan didasarkan
pada perorangan, dengan warna primordial yang kuat. Konsep-konsep utang budi, kebersamaan dan
pengandalan diri pada kelompok sendiri sangat penting peranannya dalam sistem
kekeluargaan yang luas secara bilateral, dan menghasilkan aspek-aspek feodal,
tetapi yang jelas bercorak regional dan faksional, di hubungkan oleh
nilai-nilai personal, keotoriteran dan kharismatik.
Dua pernyataan Manuel Quezon menunjukkan dinamika dan juga dilema dari
sistem dalam mana karir politiknya menanjak: “lebih baik pemerintahan brengsek
tetapi berada di tangan orang filipina sendiri daripada pemerintahan mulus yang
dikendalikan Amerika”; dan “Amerika sialan! Sebuah selogan anti kolonial yang
klasik, bisa saja diciptakan dimana saja;
Orang-orang Filipina yang memiliki kesadaran politik menyadari dengan
dibarengi persaan berterima kasih kepada Amerika Serikat bahwa tingkat bebas
buta huruf Filipina adalah yang paling tinggi di kawasan Asia Tenggara, tujuan
Amerika dengan pola kebijakannya ialah membantu bangsa Filipina untuk
berkembang untuk menuju kemerdekaan yang dijadwalkan.
Sebagian dari motivasi Amerika adalah kepentingan sendiri yang bercorak
negatif, yaitu melepaskan diri dari pertanggung jawaban atas Filipina. Pengeluaran absolut pemerintahan di Filipina per
kapita sebenarnya sangat kecil, walau relatif masih besar jika dibandingkan
dengan pengeluaran negara-negara penjajah lainnya. Sikap rasial orang Amerika terhadap Filipina
adalah menilai derajat diri sendiri lebih tinggi, dan itu bergerak dari yang
masih moderat sampai yang paling ekstrem.
Amerika Serikat menghindari beberapa kekeliruan yang dilakukan
negara-negara imperialis Eropa, seprti misalnya sistem-sistem perkebunan di
sumatra, malaya, dan indocina, begitu pula monopoli candu oleh pemerintah
seperti yang dilakukan oleh Belanda, Perancis, dan Inggris. Kongres Amerika Serikat dalam Era progresif
mensahkan undang-undang pemilikan tanah dan undang-undang perusahaan yang
mengakibatkan investor-investor Amerika sulit sekali bisa merebut “patrimoni” (istilah politis Filipina untuk tanah)
atau mengendalikan pertumbuhan industri.
Hal yang merupakan inti dalam hubungan Amerika Serikat- Filipina adalah
keterikatan kultural yang timbul.
Perkembangannya memang tidak bisa lain. “ Tradisi agung” yang asli di
Filipina adalah katolik – Spanyol, berbeda sekali dengan, misalnya saja, indetitas
nasional Birma yang Budhis, atau sinkretisme yang anggun di jawa dari beberapa
unsur Asia. Konsep-konsep Amerika
tentang kebebasan individual dengan mudah dapat dicangkokkan pada
gagasan-gagasan katolik tentang nilai jiwa individual. Terjadinya revolusi tahun 1896, suatu “Agama
Sekuler” Amerika yang mengagungkan demokrasi dan kemajuan dapat dengan mudah
menyelinap masuk dan menyebar ke seluruh
Filipina.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Baik di kuba maupun Filipina, Amerika Serikat berhasil dengan mudah
mengalahkan spanyol, Kehadiran Amerika disana bukan hanya untuk sementara waktu
saja.
Tujuan Amerika dengan pola kebijakannya ialah membantu bangsa Filipina
untuk berkembang untuk menuju kemerdekaan yang dijadwalkan. Sebagian dari motivasi Amerika adalah
kepentingan sendiri yang bercorak negatif, yaitu melepaskan diri dari
pertanggung jawaban atas Filipina.
Terjadinya revolusi tahun 1896, suatu “Agama Sekuler” Amerika yang
mengagungkan demokrasi dan kemajuan dapat dengan mudah menyelinap masuk dan
menyebar ke seluruh Filipina.
Secara
objektif itu mungkin saja benar, orang filipina selama ini cenderung mencontoh
gaya-gaya amerika, bahkan sementara mereka melakukan perlawanan menentang
kehadiran amerika serikat. Sedangkan orang amerika cenderung melihat filipina
melalui kaca mata subjektif yang begitu buram karena terselubung kesibukan
dengan diri sendiri,sehingga nyaris tidak bisa melihat apa-apa dengannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bernad, Miguel A. 1983 Tradition and discontinuity: Essays on Philippine History and Culture. Manila:
National Book Store.
Bresnan, John. 1988 Krisis
filipina Zaman Marcos Dan Keruntuhannya,. Jakarta: PT.Gramedia
No comments:
Post a Comment