Wednesday 25 March 2015

MAKALAH | PERSATUAN ULAMA SELURUH ACEH (PUSA)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Masyarakat Aceh sangat terikat dengan kesadaran sejarah terhadap pengaruh Islam yang kuat. Peran Ulama tentu tidak dapat dilepas dari sejarah Aceh karena kedudukannya sebagai wilayah yang pertama masuk Islam di nusantara. Pada masa penjajahan Belanda Ulama sepakat untuk membentuk organisasi antara mereka yang bernama Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA). Organisasi ini terbentuk pada tanggal 5 Mei 1939 atas ide Ulama-ulama yang cukup ternama yaitu Teungku Abdurrahman Meunasah Meucap, Teungku Muhammad Daud Beureueh dan beberapa Ulama lainnya yang Organisasi ini dapat dijadikan sebagai ajang silaturrahmi antar Ulama dan bertujuan untuk memajukan pendidikan di Aceh.

Sejak lahirnya pada tahun 1939 sampai pada akhir kegiatan pada tahun 1953 organisasi PUSA hanya dua tahun saja bekerja dengan tenang. Sedangkan pada masa selanjutnya, PUSA lebih membagi perhatian kepada masalah politik perkembangan dalam dan luar negeri, serta melihat situasi-situasi dalam daerah Aceh sendiri. Hal ini menyebabkan terbaginya perhatian PUSA terhadap tujuan awal berdirinya.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang melatar belakangi lahirnya PUSA?
2.      Bagaiman peran PUSA sebelum dan sesudah Kemerdekaan Indonesia?
3.      Dampak Berdirinya PUSA di Aceh?
4.      Berakhirnya PUSA di Aceh?




BAB II
PEMBAHASAN


4.1   Proses Terbentuknya PUSA

            Pada awal abad 20, di Jawa dan daerah-daerah lain di Nusantara termasuk daerah Aceh, mulai timbul gerakan nasionalis dalam bentuk organisasi-organisasi moderen yang berada dibawah pimpinan para Cendekiawan Indonesia. Melalui organisasi-organisasi ini mereka (Cendekiawan Indonesia) berusaha mengantisipasi tindakan-tindakan pemerintah kolonial Belanda yang menekan atau menindas bangsa Indonesia disamping juga berusaha untuk meningkatkan derajat dan martabat bangsa sehingga dapat bebas dari belenggu penjajahan.(Akmal, 2008)

            Namun gerakan-gerakan yang timbul didaerah Aceh pada awal abad 20 itu dapat dikatakan unik bila dibandingkan dengan didaerah-daerah lain. Karena disamping munculnya gerakan Nasionalis dalam berbagai organisasi sosial politik seperti didaerah-daerah lain, juga masih ada aksi-aksi perlawanan yang dilakukan dalam bentuk fisik atau berperang secara bergerilya yang terdapat di hampir seluruh wilayah Aceh.

            Dengan demikian selama periode Pergerakan Nasional (1908/1942) didaerah Aceh, aksi menentang atau melawan kekuasaan kolonial Belanda berlangsung melalui dua jalur; yaitu, pertama melalui perlawanan secara fisik, berperang secara gerilya dan kedua melalui jalur pergerakan nasional yang ditandai dengan tumbuhnya berbagai organisasi sosial dan politik serta sekolah-sekolah swasta/madrasah yang modernis.

            Diantara organisasi sosial politik yang lahir dan berkembang di Aceh yaitu Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA). Organisasi ini lahir dari hasil keputusan musyawarah ulama seluruh Aceh yang diadakan pada tanggal 5 - 8 Mei 1939, bertepatan dengan hari peringatan lahirnya (maulid) Nabi Muhammad S.A.W tanggal 12 Rabi’ul Awal 1358 H, di Peusangan, Matang Glumpang Dua Penggagas atau pengambil inisiatifnya ialah: Teungku Abdurrachman Meunasah Meucap dan Teungku Muhammad Daud Beureueh dengan mendapat restu dan perlindungan dari Teuku Chiek Muhammad Johan Alamsyah, Uleebalang Peusangan.(Rusdi, 2009)
           
            Adapun pengurus pertama yang berhasil disusun pada waktu itu, terdiri dari Tgk. M. Daud Beureueh dan Tgk. Abdurrachman Meunasah Meucap sebagai ketua dan wakil ketua,   Setia Usaha (Sekretaris) I dan II : Tgk. M. Nur El-Ibrahimy dan Tgk. Ismail Yakob, Bendahara T. M. Amin dan Komisaris-komisaris ialah : Tgk. Abd. Wahab Keunalo-Seulimum, Tgk. Syekh Abd Hamid Samalanga, Tgk. Usman Lampoh Awe, Tgk. Yahya Peudada, Tgk. Mahmud Simpang Ulim, Tgk. Ahmad Damhuri Takengon, Tgk. M. Daud, Tgk. Usman Azis. Berhubung ketua I bertugas di Sigli pada Madrasah Sa’adah Abadiyah Blang Paseh, maka untuk sementara waktu, ditetapkan pengurus PUSA berkedudukan di Sigli.
           
            Tiga bulan setelah PUSA didirikan, pengurus Besar PUSA mengadakan rapat untuk membicarakan usaha apa yang di lakukan dalam hal mencapai tujuan organisasi ini.Rapat ini menghasilkan empat keputusan yaitu rencana unutk mendirikan Normal Islam Institut (NII) di Bireun dalam waktu dekat Menetapkan Teungku M. Nur El Ibrahimy menjadi direktur NII mengangkat T.M Amin menjadi sekretaris I Pengurus Besar PUSA, dan terakhir mengangkat Teungku Mustafa Ali menjadi bendahara PUSA.

4.2  PUSA Pada Masa Penjajahan Belanda 1939-1942
            Pada masa awal ini PUSA telah berhasil mendirikan Normal Islam Institut yang merupakan sekolah guru yang bertujuan untuk menghasilkan guru-guru yang akan mengajar diberbagai madrasah yang tersebar diseluruh Aceh. Guru tersebut diharapkan bukan saja dapat pandai mengaji namun juga harus mempunyai pengetahuan ilmu umum lainnya sehingga dapat di salurkan kepada murid.
            Pada tahun 1940, PUSA membeli gedung Javasche Bank cabang Bireun disimpang empat arah ke Takengon. Kurikulum yang di ajarkan antara lain di bidang :
1.      Bahasa Arab
2.      Agama
3.      Ilmu pendidikan
4.      Pengetahuan Umum dan bahasa

            Dengan berdirinya NII ini maka pelajar-pelajar Aceh yang ingin menuntut ilmu dapat mempelajarinya di Aceh tanpa harus keluar daerah. Selama perjalanan nya NII tersebut telah banyak member manfaat bagi masyarakat Aceh terutama dalam membuka pikiran terhadap hal-hal yang lebih umum.

            Perhatian masyarakat Aceh terhadap PUSA yang berusaha unutk memajukan Aceh cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari suksesnya Kongres Pertama PUSA di Kuta Asan pada tanggal 20-24 April 1940. Dalam program kerja kongresnya PUSA menggunakan dasar agam Islam dalam memperbaiki kondisi masyarakat . Dengan demikian jelaslah bahwa PUSA akan berjuang di bidang sosial dan ekonomi berdasarkan asas Islam.
           
            PUSA mengharapkan terjalinnya kerja sama dengan berbagai golongan masyarakat untuk bisa membawa Aceh kearah yang lebih baik lagi. Pada Kongres pertama tersebut PUSA dan berbagai undangan yang turut serta hadir mengadakan berbagai jenis lomba yang bersifat membangun untuk menyemarakkan acara. Adapun kongres dari PUSA yang pertama ialah :

1.      Membentuk Pemuda PUSA sebagai tenaga baru dan calon pengganti Ulama
2.      Membentuk Majelis Tanfiziyah Syariah
3.      Membentuk Muslimah PUSA
4.      Menyepakati diadakannya suatu perencanaan pelajaran untuk seluruh sekolah
5.      Membuat peraturan-peraturan PUSA
6.      Pengurus Besar PUSA bergerak pada seluruh Cabang untuk memantapkan ide
7.      Pengurus Besar harus mengamati Perang Dunia II
8.      Membentuk bidang penyiaran dan menerbitkan majalah.

            Dan kongres pertama ini dirasakan sangat bermanfaat oleh masyarakat Aceh bagi peningkatan ilmu dan pengalaman berorganisasi. Banyak masukan untuk menyempurnakan Organisasi PUSA. Pergerakan PUSA setelah terbentuknya Pemuda PUSA semakin aktif sampai ke daerah-daerah yang terpencil selain peran pengurus besar yang turun hingga ke kecamatan di sertai juga peran pemuda dalam menjalankan program-program PUSA.
  
4.3  PUSA Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945
            Pada tahun 1942  Jepang memasuki Aceh, mereka di sambut dengan hangat oleh rakyat Aceh karena memberikan janji akan menghilangkan penjajahan bangsa barat. Perasaan benci rakyat Aceh terhadap Belanda membuat PUSA memihak kepada Jepang dengan harapan akan membantu mengusir Belanda.
            Adapun hasil perjuangan PUSA pada bidang pemerintahan masa pendudukan Jepang ialah mengatur kembali peradilan, dalam hal ini mencakup peradilan negeri maupun peradilan agama. Dalam perkembangannya PUSA telah berhasil pula memperjuangkan adanya Mahkamah Agama di Aceh yang pada masa Jepang dinamakan Syukyo Hooin (Mahkamah Agama).
            Sikap Jepang yang di perlihatkan terhadap rakyat Aceh saat permulaan datang rupanya tidak bertahan lama. Kekerasan sikap tentara Jepang serta dari segi adat dan agama juga bertentangan dengan Aceh. Tercatat ada beberapa perlawanan terhadap Jepang secara fisik seperti yang dilakukan Ulama bernama Teungku Abdul Jalil pada awal tahun 1942. Serta pemberontakan Pandrah di Jeunieb pada tahun 2 Mei 1945.
            Kegiatan PUSA tidak lagi pada organisasi namun pada nasib rakyat Aceh. PUSA secara politik berusaha melepaskan rakyat dari kejahatan dan tujuan membela rakyat tertindas. Selama masa pendudukan Jepang tidak pernah ada kongres karena tidak di izinkan oleh Jepang untuk mengadakan pertemuan-pertemuan besar.


4.4  PUSA Pada Masa  Kemerdekaan 1945-1949
            Di Aceh berita kekalahan Jepang terhadap sekutu di umumkan kepada rakyat pada tanggal 24 Agustus 1945. Pada saat itu keadaan Aceh tidak menentu terdapat berbagai isu diantarnya Belanda akan datang kembali. Setelah di ketahui Belanda akan datang kembali ke Aceh, maka ulama pun bereaksi dengan mengeluarkan maklumat untuk perang sabil membela tanah air.
            Jika pada zaman Jepang para pemimpin PUSA hanya di Pengadilan saja, maka pada waktu ini banyak pemimpin PUSA yang masuk ke dalam administrasi pemerintahan untuk memperjuangkan kemerdekaan. Hal ini di tunjukkan dengan mendirikan laskar rakyat untuk menentang mengusir Jepang. Namun juga terjadi perang saudara dengan para ulee balang yang menginginkan kembali Belanda ke Aceh yaitu perang Cumbok.
            Barulah setelah berakhirnya perjuangan fisik dengan Belanda Kongres kedua PUSA diadakan kembali pada tanggal 22-26 Desember 1950 di Kutaraja (Banda Aceh ). Baru setelah pada tahun-tahun berikutnya muncul ketidak puasan keadilan terhadap rakyat Aceh sehingga pada tahun 1953 Teungku Muhammad Daud Beureueh serta orang PUSA mengadakan dakwah keliling Aceh kembali untuk menuntut keadilan yang di kenal dengan peristiwa gerakan DII/TII Aceh yang di pelopori oleh orang-orang PUSA. Setelah melalui berbagai peristiwa akhirnya Teungku Muhammad Daud Beureueh kembali ke pangkuan Republik pada tahun 1962 dengan penyelesaian secara damai.

           








BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) merupakan suatu organisasi di Aceh yang di prakarsai oleh beberapa Ulama-ulama di Aceh. Organisasi ini bertujuan untuk menaikkan martabat bangsa walau di sepanjang karier nya organisasi ini banyak berkecimpung dalam berbagai hal seperti politik, hukum, sosial, ekonomi, dan budaya.
Dalam perjuangan Nya organisasi ini mengalami berbagai tantangan mulai dari masa pergerakan nasional, masa pendudukan Jepang hingga mengatasi agresi militer Belanda kedua, PUSA turut mengambil andil besar. Selain bergerak di bidang agama PUSA turut banyak dalam pemerintahan dan militer dengan berbagai peristiwa dengan perang saudara seperti perang Cumbok hingga dengan PUSA memprakarsai gerakan DI/TII Aceh yang akhirnya kembali berdamai.









DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Zakaria, dkk. 2008. Sejarah Perlawanan Aceh Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme.Banda Aceh: Yayasan peNA.
Akmal, Muhammad. 2008. Analisis Sosial Konflik Horizontal Di Aceh. Lhokseumawe: Unimal press.
Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
 (http://id.wekipedia.org/wiki/Negara Islam Indonesia [20/03/2011]
(http://id.acehpedia.org/wiki/Se  [20/03/2011]
(http://blog.re.or.id/sejarah-aceh.htm [20/03/2011]
(http://acehinstitue.re.org/index.php [20/03/2011]
(http://plik-u.com/Teungku Abdurrahman Meunasah Meucap.htm [20/03/2011]

No comments:

Post a Comment