|
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jepang adalah Negara kepulauan yang berbentuk garis
melengkung yang terbentang dari timur
laut ke barat daya di lautan timur benua asia. Hingga
saat ini kepulauan jepang merupakan daerah gunung api dan gempa bumi kuat. Keadaan mana telah berlangsung sepanjang zaman geologi. Selama zaman paleosen, daerah ini terletal di bawah laut. Dan sebagian besar dari kepulauan ini baru timbul di atas permukaan laut
karena kegiatan pembentukan gunung pada akhir zaman tersebut.
Iklim jepang dapat di golongkan sebagai iklim sedang yang
di pengaruhi angin musim.antara daerah yang satu dengan daerah yang lain
terdapat banyak perbedaan karena panjang nya Negara ini dari utara ke selatan (
yang mencakup lebih dari 15 derajat pada garis melintang).
Jepang terdiri dari serangkaian pulau.daerah pedalaman
terdiri dari gunung dan lembah.sedangkan daerah pantai terdiri dari
tebing-tebing terjal ,pulau-pulau lepas pantai dan teluk-teluk.
Jepang memiliki bahasa yang termasuk ural-alta,bahasa itu
sendiri tidak menunjukkan hubungan langsung dengan bahasa alta seperti bahasa
turki,Mongolia,tungu,dan korea.kemungkinan besar bahasa jepang terpisah dari
bahasa alta primitive.pada zaman yang lebih dahulu dari pada bahasa-bahasa yang
lain.bagaimana pun juga pernyataan umum bahwa bahasa jepang terbentuk dan
berkembang di daerah kepulauan jepang Nampak nya tak dapat di sangkal.
Aliran
orang baru dari Tiongkok dan Korea ke Jepang berjalan terus dari abad keabad.
Dari catatan mereka dapatlah kita mengetahui susunan kemasyarakatan semula di
negeri matahari terbit pada sesudahnya negeri inimengambil tahun 660 sebelum
Masehi. Sebagai permulaan sejarah mereka.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengaruh
Kebudayaan Tionngkok Ke Jepang Meminjam Banyak.
2.1.1 Kebudayaan
Tionghoa Mengikut ke Jepang.
Menurut saudagar-saudagar Tiongkok yang mengunjungi Jepang Barat pada
kira-kira tahun 200, pada masa itu negeri kepulauan negeri itu terpecah belah
dalam banyak negara-negara, suku-suku kecil. Tiap negara suku ini diperintah oleh
seorang paderi tinggi wanita atau paderi tinggi pria.
Kekuasaan politik dan kekuasaan agama pada masa itu terkepal dalam satu
tangan yaitu tergenggam dalam tangannya paderi, dan bahwa wanita juga ada yang
memperoleh kekuasaan terbesar itu. Memang dalam dongeng-dongeng Jepang banyak
ditemukan kepala pemerintah wanita. Dan agama atau kepercayaan memegang suatu
peranan yang besar.
Agama di Jepang adalah sederhana, sebagaimana sebagian besar agama-agama
lain pada masa itu. Orang mengalami gejala alam dalam berbagai bentuk, misalnya
siang dan malam, teriknya matahari, badai laut. Lambat laun kesemuanya itu
menyebabkan orang berfikir, bahwa pengutaraan-pengutaraan alam itu mempunyai
sifat-sifat dewata. Belakangan pula pemujaan leluhur merembes masuk kepercayaan
ini. Pemujaan leluhur dianggap sudah terjadi karena pengaruh kebudayaan
Tionghoa. Kebudayaan Tionghoa memang telah mengikuti orang Tionghoa, yang
datang ke Jepang menyeberangi laut. Kedatangan orang Tionghoa dari darat Asia
ini mempunyai suatu akibat lain pula yang tak terelakkan.
Orang Tionghoa berasal dari sebuah negara yang sudah
mencapai suatu tingkat kebudayaan yang tinggi. Hidupnya di Jepang, baik untuk
sedikit waktu, apula untuk menetap, membawa masuk juga unsur-unsur kebudayaan
Tionghoa. Unsur-unsur itu semula sedikit, tetapi dengan bertambahnya jumlah
orang Tionghoa di Jepang bertambah juga unsur-unsur kebudayaan Tionghoa yang
mereka seolah-olah membawa pindah ke Jepang, walaupun hanya untuk kalangan
mereka sendiri.
Kebudayaan
tak dapat terkekang oleh perbatasan wilayah maupun perbatasan kebangsaan. Orang
Jepang yang berumah didekat orang Tionghoa itu telah menyaksikan cara hidup
mereka ini. Mereka jadi merasa tertarik oleh cara hidup mereka itu. Oleh karena
peradaban mereka sendiri tak setinggi peradaban Tionghoa, tak terelakkanlah
pengaruh besi-semberani kebudayaan ini terhadap mereka.
Pada
waktu perhitungan tahun Jepang dimulai, yakni pada tahun 660 sebelum Masehi, di
Tiongkok memerintah kerajaan Chou (abad 11 sebelum SM – 221 SM). Dengan
menggunakan tarich Tiongkok dapat dikatakan bahwa perhitungan tahun Jepang
telah dimulai pada zaman musim semi dan musim rontok (770 SM – 475 SM). Dari
kerajaa Chou timur (770 SM – 221 SM).
Pada
zaman musim semi dan musim rontok ini telah lahir Kung Tze (Cunfucius,551 SM-
479 SM). Pengajaran ahli filsafat negara Lu ini dengan perlahan-lahan menjadi
seolah-olah lampu suar, bukan hanya untuk Tiongkok melainkan juga bagi
negeri-negeri disekitarnya. Pulau-pulau dilaut Tiongkok dan laut Jepang tidak
terkecualikan. Lalu sampailah zaman negara berperang (475 SM – 221 SM), yang
merupakan babak terakhir kerajaan Chou. Banyak ahli pemikir menampil pada masa
ini: Mo Tze atau Mo TI (pendekar cinta Universal), Hsun Tze(pelajar tenaga
alam), Han Fei (pengsnjur peneguha raja-raja, dan lain-lain. Dalam kalangan
kesustraan berkilau-kilauanlah Chu Yuan, seorang penyair filsuf Patriot besar
yang keren sangat berduka melihat negaranya, negara Chu dimusnahkan oleh negara
Chin, telah membuang diri kedalam dalam sungai dengan antara lain telah
meninggalkan sebuah sajak besar Li Sao
Terdicrunius kedalam kesukaran.
Sesudahnya
itu memerintahlah negeri Chin (221 SM – 206 SM), yang membangun tembo besar.
Kerajaan ini digantikan oleh dinasti Tang (206 SM – 220 M), yang bealih kezaman
Tiga Kerajaan (220 – 280), masa hidupnya Kuan Yu yang kini telah diangkat
sebagai dewa perang bangsa Tionghoa, Chu-Ke Liang yang telah membuat kuda-kuda
dan kerbau-kerbau yang dapat berjalan, mungki dengan kekuatan per atau juga
tenaga motor, dan Hua To seorang tabib yang telah dapat melakukan pembedahan
tanpa obat bius. Inilah hal-hal yang telah terjadi di Tiongkok selama kira-kira 600-700 tahun pertama tarich
Jepang.
K.S.
Latourette mengatakan, sedangkan negeri Jepang tengah bertumbuh diseputar
Yamato, sebuah kebudayaan besar tengah
di bentuk di Asia dekat. Mulai tahun 2000 SM, yang kini menjadi bagian barat
laut Tiongkok sebenarnya. Rakyat Tiongkok telah bertambah-tambah jumlah dan
wilayahnya, dan pada kira-kira tahun 200), mereka telah menghasilkan sebuah
filsafat, sebuah kesusastraan, sebuah kesenian dan sebuah organisasi industri
dan perdagangan, yang tidak kalah dengan kebudayaan terbaik dari Yunani atau
Roma.
Oleh
karena Jepang negeri tetangga Tiongkok, maka belakulah hukum alam bejana
berhubungan dalam bidang kebudayaan. Kebudayaan yang lebih banyak di Tiongkok
mengalirlah ke Jepang, yang menjadi kebudayaan yang lebih sedikit terhadap
Tiongkok pada masa itu.memang Jepang sudah mendapat kontak dengan kebudayaan
Tiongkok. Hal ini terbukti antara lain oleh kenyataan, bahwa orang Jepang
mempergunakan cermin yang terbuat dari perunggu.
Ilmu
menulis Tionghoa juga sudah seharusnya menyeberangi laut ke negeri matahari terbit
dengan cepat, dengan mengikuti jejaknya orang Tionghoa.
2.1.2 Bahasa
Tionghoa Di Jepang.
Dengan resmi dapat dikatakan bahwa huruf Tinonghoa telah memasuki Jepang
dalam tahun 285, yakni tahun ke-15 pemerintahannya kaisar Ojin. Yang membawa
datang huruf Tionghoa ini ke negeri matahari terbit adalah seorang sarjana yang
bernama Wani. Sarjana ini seorang penduduk negeri Paikche, sebuah dari empat
buah negeri yang pada masa itu ada di Korea.
Wani mempunyai pengetahuan yang dalam tentang sastra Tionghoa. Menurut
suatu sumber, karena ada persahabatan yang erat antara suku Yamato dengan
negeri Paikche itu, maka kaisar Ojin, telah mengirimkan seorang utusan ke
negeri ini dalam tahun 284 untuk mengundang Wani. Berhubungan dengan undangn
ini, dalam tahun 285 seorang utusan negeri Paikche itu yang bernama Achiki
berkunjung ke Jepang dengan mengajak sarjana itu.
Sarjana iru telah diangkat menjadi gurunya pangeran Uji-ne Wakiiratsuko,
maka karenanya diamlah Wani didalam istana kaisar. Inilah catatan pertama
mengenai bahasa Tionghoa di Jepang.
Keadatangan Wali ke kerajaan kepulauan ini mempunyai suatu arti yang amat
besar bagi perkembangan kebudayaan Yamoto. Melalui pekerjaannya Wani, ahli
bahasa Tionghoa itu yang dapat juga dipandang sebagai seorang sinolog modern
kita pada masa itu, suku Yamoto jadi mengindahkan tinggi sekali huruf Tionghoa,
sehingga huruf tetangganya ini dapat dipergunakan dengan resmi di Jepang.
Sesudahnya Wani ini kemudian datang pula sarjana-sarjana lain dari Tiongkok
dan Korea ke Jepang. Bersama keturunanya Wani, mereka merupakan suatu inti ilmu
pengetahuan di negeri kepulauan ini. Mempelajari huruf Tionghoa tentu tak dapat
dilakukan tanpa mempelajari juga bahasa Tionghoa. Maka masuknya huruf Tionghoa
ke Jepang brarti pula: bahasa Tionghoa melangkahi ambang pintu wilayah Jepang.
Banyak orang Jepang tertarik oleh bahasa
Tionghoa dan mempelajarinya, dan banyak buku yang ditulis oleh orang Jepang
dengan mempergunakan bahasa Tionghoa telah membuka suatu dunia baru bagi
Jepang, dunianya kebudayaan Tionghoa.
Oleh karenanya maka terbentanglah dengan selbar-lebarnya bagi orang Yamato
taman kesusastraaan Tionghoa dengan memamerkan segala ratna-manikamnya:
filsafat, sejarah, persajakan, ilmu bintang, dan pengetahuan. Filsafat dan ilmu
pengetahuan Tiongkok masa itu memang sudah menyampaikan suatu taraf yang di
ukur dengan norma zaman itu, dapat disebutkan tinggi. Pada waktu itu Lao Tze
dan Kung Tze sudah menyumbangkan karya filasafat mereka kepada dunia 8 abad
lamanya. Chang Heng, seorang sarjana ilmu pengetahuan Tiongkok yang hidup pada
tahun 78-139, telah membuat seismograf dunia yang pertama. Chang Chung-hing
(152-219), seorang antara tabib-tabib Tiongkok kenamaan zaman purba yang telah
wafat 66 tahun sebelum huruf-huruf Tiongkok melakukan penetrasi damai ke
Jepang, telah menghadiahkan dunia dua jilid buku ilmu ketabiban penting, yang
diantaranya adalah Shang Han Lun
(Perundingan Mengenai Demam).
Semua permata taman kesusastraan Tiongkok itu bukan hanya menampakkan diri
kepada orang Yamato, melainkan juga siap untuk dipergunakan mereka, untuk
mengabdi mereka. Lebih lanjut kesusastraan Tionghoa dihadapan mata mereka.
Tiongkok ini tidak asaing lagi bagi mereka, dan lalu da yang mencoba
menyesuaikan hidupnya dengan cara hidup Tiongkok ini.
Dengan pengertian mereka mengenai bahasa Tionghoa orang Jepang juga
menjelajah dunia persajakan Tionghoa. Dan mereka dapat menikmati keindahannya
sajak-sajak Tionghoa. Oleh karena pada zaman itu, Tiongkok tengah mengalami
satu antara puncak-puncak teringginya dalam sejarahnya dengan memerintahnya
kerajaan Tang (618-907)., cahaya yang dipancarkan kegilang-gemilangnya Tiongkok
menjilaukan matanya orang Jepang.
Segala apa
yang datang dari Tiongkok dipandang indah. Hal ii berakibat: segala apa yang
bersifat Tiongkok di Jepang juga dipandang bagus. Bahasa Tionghoa dikuasai oleh
orang Jepang bukan hanya secara pasif, melainkan juga secara aktif. Yakni
segara juga orang Jepang dapat mempergunakan bahasa Tionghoa untuk menulis
dokumen-dokumen dan buku-buku mereka. Bahkan ada sarjana Jepang yang merangkai
sajak-sajak dalam bahasa Tionghoa, dan dengan style Tionghoa klasik pula.
2.2 Pengaruh Kebudayaan Cina Terhadap Kebudayaan Jepang.
Dahulu budaya Jepang merupakan budaya asli Jomon yang kokoh dengan pengaruh dari luar negeri yang
menyusul. Pada awalnya China
dan Korea membawa pengaruh, yang berawal dengan berkembangnya
budaya Yayoi sekitar 300
SM yang mempengaruhi seni dan
keagamaan di Jepang. Tapi dalam perkembangannya Kebudayaan Cinalah yang banyak
memberikan pengaruh terhadap kebudayaan Jepang.
Pengaruh budaya Cina masuk dan berkembang melalui orang – orang Tionghoa
yang hidup dan menetap di Jepang, mereka membawa masuk unsur – unsur kebudayaan
Tionghoa. Selain kebudayaan, agama, bahasa dan tulisan yang digunakan di Jepang
juga mendapat pengaruh dari budaya Cina. Tentang ajaran konfusianisme, Taoisme
dan agama Budha yang berkaitan erat dengan kebudayaan Cina sangat terkenal di
Jepang. Setelah melihat cara hidup orang Tionghoa, orang Jepang pun merasa
tertarik dengan cara hidup mereka. Dan orang Jepang menganggap semua yang
datang dan berasal dari Tiongkok dipandang indah, ini mengakibatkan semua yang
bersifat Tiongkok dipandang bagus oleh jepang.
Selain itu dampak lain dari pengaruh kebudayaan Cina terhadap kebudayaan
Jepang adalah dalam bidang arsitektur yang mana rumah-rumah Jepang juga
terpengaruh oleh pola-pola rumah-rumah Cina. Namun, Jepang tidak menru begitu
saja, tetapi justru memadukan unsur-unsur arsitektur Jepang asli dengan unsur-unsur
arsitektur Cina. Meskipun Jepang menerima unsur-unsur kebudayaan Cina, tetapi
tidak semua unsur diterima. Semua unsur kebudayaan Cina tersebut diolah dan
dipadukan dengan kebudayaan Jepang. Dengan demikian terjadi akulturasi budaya
antara budaya Cna dengan budaya Jepang. Selain tu akulturasi terserbut terlihat
dalam bentuk kerajaan pada Jaman Yamato yang sudah berbentuk kerajaan kesatuan.
Di samping itu juga telihat dalam menyusun tarikh Jepang dan juga dalam
bentuk peraturan-peraturan kerajaan. Namun meskipun mendapat pengaruh
kebudayaan Cina, namun tidak seluruhnya diterima. Ada beberapa ciri khas
kebudayaan Jepang tidak bisa dipengaruh atau digant dengan kebudayaan Cina. Hal
tersebut menyangkut kedudukan Tenno sebaga simbol dea yang memanusia, karena
Tenno adalah keturunan langsung dari Ameterasu. Selain itu juga kepercayaan
Shinto tidak berubah menjadi konfusianisme yang dikembangkan oleh cina.
Berikut ini merupakan beberapa Budaya Cina yang telah mengalami akulturasi
dengan kebudayaan Jepang:
a. Tulisan dan bahasa.
Tulisan dan bahasa Jepang berasal dari tulisan dan bahasa
China (kanji), Tulisan dan bahasa Cina masuk ke Jepang dibawa oleh seorang
sarjana dari korea yang bernama Wani, awalnya dia hanya mengajarkan tentang
huruf Cina. Tapi mempelajari tulisan Cina tidak bisa dilakukan tanpa
mempelajari bahasa Cina. Sebelumnya orang Jepang tidak mempunyai sistem
penulisan sendiri, maka orang Jepang mengambil sistem penulisan orang Cina.
Dalam pemakaian huruf-huruf Cina, bangsa Jepang menggunakan dua cara, yaitu
dengan cara fonetis dan cara ideografis.
Dalam cara pertama dipergunakan untuk menulis atau
membaca ucapan-ucapan Jepang yang ditulis dengan huruf Cina dan sebunyi dengan
artinya, tetapi dipergunakan dengan ucapan-ucapan Jepang. Pada permulaan
pemakaian, memang banyak terjadi kekacauan, terutama dalaam pemakaian cara
fonetis. Namun, setelah mengalami perkembangan yang lama dan ditemukan sistem
yang sempurna, akhirnya dapat dtuliskan tiap-tiap kata Jepang. Dan pada
akhirnya tulisan dan bahasa yang berasal dari Cina ini dijadikan bahasa dan
tulisan resmi di Jepang.
Tulisan Jepang terbagi kepada tiga:
3. Aksara Katakana dipergunakan dalam kepentingan sehari-hari.
keduanya berunsur daripada tulisan kanji dan dikembangkan pada abad
kedelapan Masehi oleh rohaniawan Buddha untuk membantu melafazkan karakter-karakter
China.
Bahasa Jepang yang kita kenal sekarang ini, ditulis
dengan menggunakan kombinasi huruf Kanji, Hiragana, dan Katakana. Hiragana
ditulis sesudah kanji untuk mengubah arti dasar dari sebuah kata, dan
menyesuaikannya dengan peraturan tata bahasa Jepang.
b. Agama.
Shinto (Shintō diserap dari bahasa mandarin
menjadi shin dan tou yang bermakna “jalan/jalur dewa”) merupakan agama resmi
yang berasal dari Jepang. Shinto merupakan penyembahan kepada kammi (dewa, roh alam, atau sekedar kehadiran spiritual). kammi
merupakan benda-benda dan proses alam, misalnya Amaterasu, sang dewa matahari.
Ajaran
Shinto sendiri mengacu pada kepercayaan konfusianisme di China. System kepercayaan yang dianut agama ini
animisme karena mempercayai banyak dewa. Shinto melakukan penyembahan pada arwah leluhur/ nenek moyang. Walau demikian, kami yang paling banyak disembah umat Shinto adalah dewa
matahari Amaterasu. Karena itu ajaran agama Shinto pun memuja kaisar Jepang
yang dianggap keturunan Amaterasu. Berbeda dengan agama lain, dalam agama
Shinto tidak ada ajaran yang pasti, tidak ada tempat ibadah khusus, tidak ada
dewa yang benar-benar dianggap paling suci, dan tidak cara khusus untuk
menyembah kammi.
Setelah Perang
Dunia II, Shinto kehilangan statusnya sebagai agama resmi; sebagian ajaran dan
kegiatan Shinto yang sebelumnya dianggap penting pada masa perang ditinggalkan
dan tidak lagi diajarkan. Kemudian setelah masuklah agama Budha sekitar abad ke-5. Ajaran
agama Budha di Jepang mempercayai dewa mathari atau dikenal dengan nama
Amaterasu sebagai dewa tertinggi yang dianggap sebagai penjelmaan Budha Daichi
Nyorai. Agama Budha di Jepang yang paling terkenal adalah ajaran Budha Zen yang
diserap dari China. Sama seperti agama Budha di seluruh dunia, kitab suci agama
Budha di Jepang adalah tripitaka dan tempat ibadahnya adalah kuil. kuil-kuil
Shinto mulai dibangun sebagai rumah bagi para kami secara permanent (shaden).
2.3 Sikap Orang Jepang Terhadap Kebudayaan Cina.
Hubungan antara Cina dan Jepang secara resmi telah dibuka sejak abad ke-5.
Hasil dari hubungan tersebut yaitu banyak kebudayaan Cina yang masuk ke Jepang,
seperti: kesusasteraan, ilmu falak, obat-obatan, menenun dan juga agama Budha.
Pada permulaan hubungan antara Cina dan Jepang, orang-orang Jepang belum pandai
membaca dan menulis. Oleh karena itu, orang Jepang menggunakan orang Korea
sebagai perantara, bahkan juga menggunakan orang-orang Cina untuk belajar
membaca dan menulis.
Kesusasteraan oleh orang Jepang tidak begitu saja diterapkan seperti
aslinya di Cina, tetapi oleh orang Jepang disesuaikan dengan keadaan negerinya
(di-Jepang-kan). Sehingga, walaupun mengadopsi kesusasteraan dari Cina, namun
berbeda penerapannya atau penggunaannya di Jepang.
Sejak awal hubungan Cina dan Jepang sampai pertengahan abad ke-enam tidak
ada permasalahan yang besar. Tetapi setelah itu baru ada permasalahan yang
serius dalam menyikapi masuknya agama Budha ke Jepang. Permasalahan itu diawali
dengan pertarungan di istana Yamato tentang penerimaan citra dan kepercayaan
agama Budha sebagai suatu sistem magis dari kekuasaan yang sama atau mungkin
lebih besar dari pada Shinto yang pribumi. Pendukung masing-masing agama
tersebut saling bertarung, namun pada akhirnya pendukung agama Budha lah yang menang.
Oleh karena jepang negeri tetangga tiongkok,maka belakulah hukum alam
bedanya berhubungan dalam kebudayaan, jadi kebudayaan yang banyak di tioangkok
mengalir ke jepang dengan adanya kontak antara kebudayaan jepang dengan
kebudayaan cina.hal ini tebukti antara lain bahwa orang jepang mempergunakan
cermin dari perunggu.sehingga menimbulkan adanya akulturasi budaya. Karena
adanya orang jepang yang bertetangga dengan orang tiongkok,dan mereka juga
menyaksikan cara hidup orang tiongkok orang-orang tiongkok,orang jepangpun
tertarik oleh cara hidup mereka,karean mereka merasa peradaban
mereka sendiri sebagai orang jepang tak setinggi orang tiongkok(tionghoa), sehingga
masuklah kebudayaan tionghoa terhadap kebudayaan mereka sehari-hari.
Banyak juga orang jepang yang tertarik bahasa tionghoa dan mereka ada juga
yang tertarik mempelajarinya,serta banyak juga buku yang ditulis orang jepang
yang menggunakan bahasa tionghoa. Kesuksesan orang tionghoa inimembentang cara
hidup bahasa tionghoa di hadapan mata orang jepang dan membuat kebudayaan
tionghoa ini akhirnya tidak asing lagi bagi mereka,dan ada juga yang
menyesuaikan cara hidupnya dengan cara hidup oang tiongkok.
Orang-orang tionghoa jepang juga mempelajari bahasa tionghoa bukan hanya
secara pasif saja,melanikan juga secara aktif.dengan diterimanya kebudayaan
tionghoa dijepang tak terelakan konfusianisme menjadi terkenal di jepang. Dan
makin lama pengaruh konfusianisme makin mendalam dijepang,orang jepang pun
menerima kebudayaan tersebut
Sampai pada
abad ke-18,pilihan lain yang seimbang dengan filsafat konfensius ialah filsafat
Budha. Karena kedua aliran ini datang melalui Cina, kedudukan utama ajaran Cina
tidak mendapat tantangan. Tetapi pada akhir abad ke-18 ada pula ahli piker dari
jepang yang menolak kebudayaan cina baik konfisius maupun budha. Yakni gerakan
penelitian nasional tau kokugaku.adanya norma-norma kesusilaan konfosius
berlawanan dengan orang jepang itu sendiri.adanya ajaran-ajaran cina yang kacau
dan penuh kekerasan dan menjual satu jenis tipu daya dan semangat
cina,karagokoro,semangat kekerasan dan pembangkang,bukan semangat yang arif dan
berbudi.
2.4 Konfusianisme
Pengajarannya Kung Tze, apapula filsafat kesusilaannya filsuf ini,
bertalian amat berat dengan kebudayaan Tionghoa. Dengan masuknya kebudayaan
Tionghoa di Jepang, tak terelakkanlah konfusianisme mengikut menyeberangi
kepulauan itu. Konfusianisme menjadi terkenal di Jepang, oleh rakyat Jepang dan
juga oleh kaum ningrat dalam kalangan istana kaisar.
Orang Jepang mengagumi pengajaran Kung Tza. Dan lalu mempergunakannya dalam
penghidupan dan kehidupan mereka. Maka pengaruh konfusisianisme makin lama
makin mendalam di Jepang. Kebudayaan Tionghoa meluas dan merata diasana, dan
orangnya pun menerima kebudayaan itu.
Akan tetapi kebudayaan tersebut di ubah, seningga akhir-akhirnya kebudayaan
Tionghoa berganti bentuk menjadi sebuah kebudayaan kehidupan Jepang khas.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengaruh budaya Cina masuk dan berkembang melalui orang – orang Tionghoa
yang hidup dan menetap di Jepang, mereka membawa masuk unsur – unsur kebudayaan
Tionghoa. Selain kebudayaan,
agama, bahasa dan tulisan yang digunakan di Jepang juga mendapat pengaruh dari
budaya Cina. Tentang ajaran konfusianisme, Taoisme dan agama Budha yang
berkaitan erat dengan kebudayaan Cina sangat terkenal di Jepang. Setelah
melihat cara hidup orang Tionghoa, orang Jepang pun merasa tertarik dengan cara
hidup mereka.
Orang Jepang dalam menyikapi kebudayaan Cina yang masuk ke Jepang yaitu ada
yang menerima, tetapi ada yang menolak. Kebanyakan orang Jepang menerima kebudayaan Cina karena mereka sangat
membutuhkan atau menginginkan, misalnya saja membaca dan menulis. Orang Jepang
menolak kebudayaan Cina karena mereka menganggap hal itu tidak menguntungkan,
dan terlebih lagi apabila kebudayaan tersebut tidak mau berakulturasi dengan
kebudayaan setempat.
Jepang berada didalam lingkaran budaya cina, Cina adalah sumber bagi tata
aksana jepang,peradaban Cina mengalir ke Jepang yang belum berkembang dan
mempengaruhi bentuk budayanya. Jepang berada dalam lingkungan budaya Cina,
tetapi dalam hal agama,sajak,dan seni bangsa jepang lebih menyukai
agama,sajak,seni aslinya sendiri daripada yang datang dari Cina. Dalam hal pola
pemerintahan dan kelembagaan,dan model-model diCina sudah diubah sedemikian
rupa sampai tidak dikenal lagi wajah aslinya. Jepang tidak menerima kebudayaan
China seratus persen, tetapi hanya sebagian saja karena jepang sudah mempunyai
kebudayaan yang cukup kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Dasuki, A. 1963.
Sedjarah Djepang I. Bandung: Dep. PPK. Djawatan Pendidikan Umum. Balai
Pendidikan Guru.
Jansen, M. B. 1983.
Jepang Selama Dua Abad Perubahan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Lan, Nio Joe.
1962. Djepang Sepandjang Masa. Djakarta: PT. Kinta
Reischauer, E.
O. 1982. Manusia
Jepang. Jakarta: Sinar Harapan
No comments:
Post a Comment