Tuesday 24 March 2015

MAKALAH KRISIS EKONOMI DI AMERIKA SERIKAT


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara adidaya merupakan salah satu Negara maju yang perekonomian negaranya mampu menguasai ekonomi dunia. Akibat AS banyak mengandalkan utang maka AS mengakibatkan krisis finansial besar-besaran. Krisis ekonomi di Amerika pertama kali terjadi pada tahun 1819, dikenal sebagai “Panic of 1819” krisis tersebut merupakan akhir dari ekspansi ekonomi  besar-besaran yang terjadi diseluruh dunia, setelah amerika perang melawan inggris dan memenangkannya.
Krisis ekonomi amerika selanjutnya terjadi pada tahun 1857, kali ini dikarenakan ekspansi bank yang mengucurkan utang salah satunya adalah bisnis trasnportasi kereta api, dan saat perusahan kereta api bangkrut karena tidak mendapatkan penumpang lagi dan tidak mampu bayar. Maka terjadilah krisis yang juga ditambah dari akibat sebuah perusahaan asuransi yang mengalami kebangkrutan dan gagal membayar utangnya senilai US$ 7 juta. Saat itu nilai tersebut adalah nilai yang sangat besar.
Selanjutnya krisis ekonomi amerika terjadi pada tahun 1930an atau yang biasa dikenal dengan sebutan“Great Depresson”.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana keadaan ekonomi AS pada masa setelah terjadi PD 1?
2.      Apa Dampak  Malaise bagi Indonesia dan Negara-negara lainnya?
3.      Hal-hal apa saja yang dicoba dilakukan oleh Negara-negara dalam mengatasi Malaise?






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Keadaan Ekonomi Amerika Serikat setelah perang Dunia 1
a.      Krisis Ekonomi
Ekonomi Amerika Serikat Pascaperang kembali tidak normal, akibatnya pekerja menjadi tidak puas dengan meningkatnya biaya hidup, jam kerja menjadi panjang, dan manajemen yang tidak punya rasa simpati. Tahun 1919, lebih dari 4 juta jiwa pekerja mengadakan aksi mogok. Pada tahun 1920 telah diadakan pemilihan presiden yang dimenangkan oleh Partai Republik Warren G.Harding. kemudian pada waktu itu untuk menjaga kemakmuran yang ada dibuatlah kebijakan pemerintah yang sangat konservatif. Hal ini diyakini bahwa akan dapat membesarkan usaha swasta yang pada akhirnya mampu membesarkan usaha swasta dan meningkatkan kemakmuran.   Ledakan ekonomi yang terjadi seusai Perang Dunia 1 berupa aliran keuangan yang hancur secara dramatis dan banyak negara meninggalkan sistem gold standard untuk menggantinya dengan sistem floating currencies.
            Pada tahun 1920-an, setelah perang usai, terdapat usaha untuk mengembalika sistem gold standards. Sistem ini mampu menciptakan kondisi yang sangat menguntungkan bagi dunia industry di Amerika. Sepanjang tahun 1920, usaha swasta menerima dorongan yang substansial, termasuk pinjaman pembangunan, kontrak perantara yang menguntungkan, dan tunjangan langsung lainnya. Begitu juga kebijakan partai Republik di bidang pertanian mendapatkan kecaman besar karena para petani hanya mendapatkan sedikit kemakmuran bagi pertanian dan naiknya harga hasil pertanian. Hal ini disebabkan adanya permintaan akan produk pertanian Amerika yang tak terduga pada masa perang. Kemakmuran ini mendorong kuat para petani untuk berproduksi.
             Tetapi pada akhir 1920, permintaan masa perang yang berhenti mendadak, harga hasil pokok pertanian merosot tajam, hilangnya pasar luar negeri. Dengan begitu petani Amerika sulit menjual produk mereka di tempat yang Amerika tidak melakukan pembelian barang karena kebijakan tarif impornya sendiri. Perlahan-lahan pintu pasar dunia tertutup. Ketika terjadi depresi hebat (1930-an), harga hasil pertanian yang sudah lemah menjadi hancur.
            Undang-undang pajak tahun 1922 dan 1930 menjadikan nilai pajak masuk ke angka tertinggi. Yang kedua dari undang-undang Smooth-Hawley tahun 1930, menetapkan pungutan yang tinggi sehingga lebih dari 1000 pakar ekonomi meminta Presiden Herbert Hoover memvetonya. Depresi ekonomi 1929 ini dipicu  oleh jatuhnya bursa saham NYSE pada bulan oktober 1929 akibat ledakan spekulatif yang disebut Economic buble (gelembung Ekonomi).
 Kenaikan harga saham mengakibatkan terjadinya penjualan saham secara besar-besaran yang menyebabkan pasar saham runtuh dan indeks harga saham turun drastis. Instabilitas akibat depresi ini menghancurkan kondisi perekonomian Amerikia Serikat. Bahkan pengangguran semakin meningkat akibat ketidak mampuan pasar menyerap tenaga kerja dan daya beli masyarakat semakin menurun.
            Keadaan Sosial Ekonomi Amerika Serikat PraKrisis 1929, mengalami stagnansi dunia industri pada akhir tahun 1925, Kelebihan produksi di industri automobil pada tahun 1928. Kemudiaan peningkatan tingkat suku bunga dari 4,06% per tahun menjadi 7,6% per tahun pada tahun 1927. Hal ini disebabkan besarnya angka pembelian secara kredit yang tidak dibayarkan secara lancar dan juga besarnya modal milik orang-orang Amerika yang diinvestasikan di luar negeri.
            Peningkatan pola konsumsi masyarakat tidak diiringi dengan peningkatan pendapatan, sementara masyarakat semakin banyak membeli barang-barang sekunder dengan sistem kredit. Akibatnya, kelebihan produksi yang kemudian membuat banyak barang tidak laku di pasaran. Hingga perekonomian Amerika Serikat pun memburuk dan mencapai puncak  pada saat jatuhnya nilai saham di Wallstreet pada tahun 1929.
            Pemerintah Amerika turut andil menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi 1929. Salah satunya adalah kebijakan proteksionisme (kebijakan melakukan perlindungan terhadap barang-barang produksi dalam negeri). Dalam kebijakan tersebut diberlakukan pajak yang sangat tinggi atas barang-barang import. Hal ini menimbulkan reaksi dari negara-negara lain yang kemudian turut menaikkan pajak yang tinggi atas barang-barang hasil produksi Amerika.
            Pihak bank nasional berusaha keras mengatasi krisis tersebut. Usaha yang dilakukan adalah dengan membeli saham-saham yang dijual tersebut dengan menggunakan cadangan uang bank yang merupakan dana masyarakat. Usaha tersebut tidak berjalan mulus karena ternyata sebagian besar nasabah menarik dana mereka dari bank sehingga bank pun tidak memiliki cadangan dana untuk menanggulangi krisis yang telah membuat perekonomian Amerika memburuk.
            Tepatnya pada hari Kamis, 24 Oktober 1929, nilai saham di Wall Street menurun drastis, yang mengakibatkan terjadinya “krach de Wall Street”. Pada hari tersebut, nilai saham di Wall Street sedang dalam keadaan yang tinggi sehingga banyak orang yang menjual sahamnya secara bersamaan. Terjadi 13 juta aksi penjualan saham secara bersamaan yang mengakibatkan jatuhnya harga saham.
            Krisis kelebihan produksi secara umum. Dalam bidang pertanian, krisis ini terlihat sebelum tahun 1929 dengan jatuhnya harga sejak tahun 1925-1926 di semua negara. Di bidang industri, krisis ini terjadi karena batas waktu pembayaran yang ditangguhkan pada tahun 1929 dengan alasan:
1.      Bertumpu pada metode yang beraneka ragam yang dilakukan untuk menstimulasi konsumsi, terutama dengan penjualan kredit (Amerika Serikat).
2.      Kebutuhan-kebutuhan yang dipenuhi masih tetap penting (kasus negara lain).  Namun suatu hari penawaran dari Amerika melebihi tingkat permintaan di wilayah Eropa padahal perekonomian Eropa sedang hancur karena perang.

            Dalam 18 bulan pertama 1929-1932, banyak bank kecil dan menengah yang bangkrut, sedangkan bank berskala besar tidak mengalami kebangkrutan. Politik moneter Amerika pada dasarnya membuat pertahanan akan mata uangnya sangat kuat dengan peredaran yang terbatas sehingga menghasilkan kestabilan harga, jumlah ekspor, dan lancarnya pengurasan cadangan emas dunia oleh AS. Pada tahun 1928, terjadi kekurangan kebutuhan atas mata uang sehingga masyarakat beralih ke kredit yang segera melampaui batas dan menimbulkan kejatuhan saham dan 40 % nilai saham hilang. Bahkan setelah runtuhnya pasar saham, politikus dan pemimpin industry terus mengeluarkan prediksi optimis bagi perekonomian Negara. sampai tahun 1933 saham di Bursa Efek New York nilainya kurang dari 1/5 yang pernah tercapai pada puncaknya di tahun 1929. Akibatnya pabrik bangkrut bahkan tutup dan bank gagal berdiri sehingga menimbulkan pengangguran.
            Tahun 1930-an terjadi krisis keuangan yang memicu runtuhnya sistem pinjaman dan gold standard. Selanjutnya , AS menggantikan Inggris sebagai kreditor bagi perekonomian dunia, dan kala itu dolar AS menjadi mata uang terkuat dan terpercaya di dunia internasional. Selanjutnya Penggunaan teknologi modern dan juga dukungan pemerintah yang kuat di sektor tersebut, dan tatanan sosial dan ekonomi yang baik di masyarakat menjadi faktor pendukung kejayaan Amerika Serikat.
            Industri Amerika pun mengalami kemajuan yang pesat bahkan 44% produksi batu bara dunia dikuasai oleh Amerika Serikat. Dengan kemapanan ekonominya Amerika Serikat mampu memberikan bantuan ekonomi kepada Eropa untuk bangkit kembali dari keterpurukannya pasca perang. Gaya hidup masyarakat yang menggemari sistem kredit, menginvestasi uang mereka dengan membeli saham dan pola hidup konsumtif pun menunjukkan kemakmuran negaranya.
            Dapat dikatakan Depresi besar atau Great Depression merupakan suatu peristiwa kemerosoton atau depresi ekonomi terparah yang khususnya melanda Amerika, namun juga berpengaruh pada negara-negara lain di berbagai penjuru dunia. Peristiwa ini terjadi di tahun 1929 hingga awal 1940, yang mana disebabkan karena:
1.      Perang Dunia I
Perang dunia  I bisa menjadi pendorong timbulnya Malise karena pada saat itu kondisi Negara-negara belum begitu stabil, sehingga menyebabkan Negara-negara yang terlibat dalam perang tersebut, belum sepenuhnya dapat mengontrol sistem perekonomian negaranya.
2.      Kegagalan bank (bank failures)
Sepanjang tahun 1930, kegagalan bank besar terjadi dan lebih dari 9.000 bank gagal. Sebagian besar deposito bank tidak diasuransikan. Akibatnya, sejumlah orang kehilangan tabungan mereka akibat kegagalan bank. Karena keadaan ekonomi yang tidak menentu dan masalah kelangsungan hidup bank, orang-orang tidak mau pergi untuk pinjaman baru. Pemerintah tidak lagi mampu memberikan jaminan terhadap simpanan yang terisisa,akibatnya bank dalam keadaan uninsured dan tidak lagi dapat memberikan pinjaman bagi nasabah. Keadaan ini semakin memperburuk situasi karena mayoritas masyarakat kehilangan uangnya, dan sehingga kesulitan ekonomi tidak hanya dirasakan oleh negara melainkan sudah berdampak pada masyarakat luas.

3.      Menurunnya daya beli masyarakat (Reduction in Purchasing)
            Adanya stock market crash dan hilangnya simpanan masyarakat di bank menyebabkan daya beli masyarakat menurun dan bahkan masyarakat tidak mampu membeli barang. Inimenyebabkan perusahaan harus berhenti melakukan produksi, dan akibatnya para pekerja pundiberhentikan sehingga angka pengangguran ketika itu naik hingga 25%. Ini menyebabkan roda perekonomian tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, dan keadaan depresi ekonomi pun semakin parah.

Depresi ini menghancurkan ekonomi baik negara industri maupun negara berkembang. Volume perdagangan internasional berkurang drastis, begitu pula dengan pendapatan perseorangan, pendapatan pajak, harga, turunnya daya beli, dan adanya penjualan saham secara masal sehingga mengakibatkan jatuhnya bursa saham.
Kota-kota besar diseluruh dunia terpukul, terutama kota yang pendapatannya bergantung pada industri berat. Kegiatan pembangunan gedung-gedung terhenti. Wilayah pedesaan yang hidup dari hasil pertanian juga tak luput terkena dampaknya karena harga produk pertanian turun 40 hingga 60 persen. Begitu pula dengan sektor primer lain seperti pertambangan dan perhutanan.
4.      Sistem kapitalisme yang menimbulkan over produksi
Malaise juga terjadi akibat perekonomian kapitalisme Amerika Serikat yang mengandung resiko besar karena ketergantungan tinggi terhadap pasar. Disinilah sumber konyradiksi utama dari kapitalisme, pasar bebas menyebabkan setiap orang bebas melakuan ekspansi ekonomi,namun pasar akan memilih yang terbaik, dalam artian yang bermutu bagus dan memiliki harga murah. Bagi produsen berarti tingkat efrisiensi dan efektisitas harus tinggi sehingga bisa menekan harga sehingga setiap produsen berpacu untuk berproduksi, Karena terjadi produksi masal, maka biaya produksi semakin turun, sehingga melahirkan hokum ekonomi “Penawaran akan menciptakan  permintaan” (Supply Side Economy). Keaadaan ini menguntugkan konsumen ( pemakai barang) karena bisa memilih barang yang terbaik dari banyak produsen yang menciptakan barang.  Namun keadaan ini mewlahirkan over produksi karena terlalu banyak barang yang diproduksi namun permintaan tak sebanding dengan barang yang ditawarkan.
Dengan adanya over produksi mengakibatkan penurunan harga dan penyerapan tenaga kerja, karena tidak bekerja pengangguran menekan konsumsi barang yang menyebabkan bertambahnya lagi jumlah pengangguran., kemudian berdampak lagi pada siklus penurunan harga pendapatan mulai menghilang, menyebabkan meningkatnya kebutuhan dalam skala ekonomi yang berdampak pada penurunan gaji,pengurangan jam kerja dan sejenisnya.
Dengan demikian siklus penurunan ini terus berlanjut hingga sebagian populasi kehilangan pekerjaan mereka dan menyebabkan berkurangnya jumlah pendapatan nasional.
5.      Jatuhnya bursa saham
Sebelum over produksi yang terjadi pada tahun 1930, pada tahun 1929 bursa saham di seluruh dunia mengalami kemunduran sehingga mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi global yang memberikan dampak pada kehidupan masyarakat Hindia Belanda. Kebalikan dari yang terjadi di Amerika pada tahun 1930, disini kegiatan produksi mengalami penurunan dan banyak kuli pabrik dan perkebunan harus mengalami kerugian karena pabrik dan perkebunan harus ditutup. Sehingga mengakibatkan banyaknya pengagguran.
Depresi ekonomi ini juga bermula ketika pada tahun 1925 dan 1927, The Fed menurunkan suku bunga, akibatnya jutaan warga AS berbondong-bondong meminjam uang dan para produsen pun banyak melakukan produksi. Banyak pula yang menginvestasikan dalam bentuk saham, harga-harga saham terus meningkat karena terlalu banyaknya orang yang ingin menginvestasikan uang pinjamannya dalam bentuk saham dan puncaknya terjadi 24 Oktober 1929. Ketika saat itu pasar menagalami kerugian 14 miliar dolar AS.
Beberapa cara mulai ditempuh oleh pimpina-pimpinan Bank dengan membeli saham-saham ungulan namun, semua itu tidak berhasil hingga terjadi penjualan saham secara masal, total kerugian meningkat mencapai 30 Milyar Dollar AS.
Runtuhnya bursa saham mengakibatkan banyaknya  bank gulung tikar, pada awal tahun 1930 sebanyak 60 bank gulung tikar, kemudian pada bulan November sebanyak 244 bank dan pada bulan Desember 344 Bank. Salah satu bank yang mengalami gulung tikar adalah Bank of the United States salah satu bank besar di Amerika Serikat dengan 450.0000 depositor. Bisa dibayangkan bank memiliki banyak depositor melalui investasi saham sehingga membuat saham banyak diminati orang dan terjadinya penjualan saham secara masal. Bank-bank tersebut juga mengalami kerugian karena penurunan suku bunga bank.
Jatuhnya bursa saham pada bulan Oktober 1929 di Amerika atau yang lebih sering disebut  Black Tuesday disinyalir sebagai penyebab utama dari Great Depression. Peristiwa ini menyebabkan hampir seluruh pemegang saham mengalami kerugian yang ditaksir lebih dari empat milyar dolar Amerika. Pemerintah Amerika berusaha mengatasi dampak dari jatuhnya bursa saham dengan memaksa sebagian besar bank untuk tutup, akibatnya terjadi kepanikan yang efeknya tidak hanya dialami oleh penduduk Amerika melainkan sudah lintas negara. Kepanikan ini membuat masyarakat yang khawatir simpanan mereka di bank hilang berbondong-bondong mendatangi bank yang masih buka untuk dapat menarik uang simpanan mereka. Hal ini secara cepat berimbas pada terjadinya kebankrutan di sejumlah bank, dan terjadinya Great Depression diakhir 1930 tidak dapat terelakkan lagi.

6.      Jatuhnya standar emas
Jatuhnya bstandar emas mempertajam terjadinya krisis ekonomi dunia karena di Austria standar emas mulai diberhentikan dan pada tahun 1933 mulai berlaku di berbagai Negara karena satndar emas tidak dapat ditukarkan secara bebas dan standar emas tidak dapat mengatasi krisis pembayaran yang hebat.dan emas juga digunakan untuk membayar hutang selama perang.

2.2  Dampak  Malaise bagi Indonesia dan Negara-negara lainnya
1.      Indonesia
Malaise juga berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia pada saat itu Indonesia masih dikuasai oleh Belanda. Di Indonesia terjadi kemerosotan ekonomi,jutaan orang meninggal akibat kelapran karena kehilangan pekerjaan, karena mengalami kerugian seperti contohnya petani banyak memproduksi padi dan di Ekspor ke berbagai Negara termasuk Belanda namun karena terlalu banyaknya barang yang di produksi sehingga membuat konsumen berpikir untuk mencari yang terbaik, dann tidak semua produksi hasil petani tersebut yang diminati konsumen.    
Namun semua itu dimanfaatkan Jepang karena sudah sejak lama sumber-sumber bahan di Indonesia berupa minyak,karet,bauksit,timah dan bahan-bahan starategis lainnya bernilai penting bagi Jepang, saat depresi tersebut mulai terasa di Indonesia, Jepang melakukan penembusan ekonomi secara damai. Dengan itu rakyat Indonesia mulai bersimpati kepada Jepang karena barang Jepang murah dikala banyak rakyat Indonesia kehilangan pekerjaanya.
2.      Jerman
Negara-negara di Eropa terutama Jerman terkena dampak dari terjadinya Malaise karena Negara-negara di Eropa, menggunakan Capital Amerika (Modal Amerika) namun,karena adanya krisis dank arena kerugian yang diderita Amerika mencapai milyaran dollar, pinjaman itu terpaksa harus segera dikembalikan dan sebelumnya Jerman telah mengalami kerugian karena kalah dalam perang dunia I melawan Inggris sehingga kapal-kapal dagang Jerman harus diserahkan ke Inggris.dan semua Industri Jerman harus diserahkann ke Inggris itulah yang membuat keadaan ekonomi jerman menjadi sangat kacau.
3.      Australia
Australia sangat bergantung pada Industri namun karena jatuhnya permintaan akibat adanya over produksi dan jatuhnya harga mengakibatkan upah buruh juga jatuh.Dampaknya lebih terasa pada tahun 1932 karena pengangguran mencapai titik tertinggi namun, kenaikan daging dan woll beberapa tahun kedepan mulai menstabilkan perekonomian Australia.
4.      Amerika Latin
Negara-negara di Amerika Latin pun terkena imbasnya karena Negara-negar di Amerika Latin banyak yang meminjam uang ke Bank dan menginvestasikan kedalam bentuk saham  
5.      Inggris
Akibat perekonomian yang kacau di Jerman dan kekalahan Jerman di perang dunia sehingga memaksa Jerman untuk menyerahkan industrinya pada Inggris namun industry Jerman di Inggris lebih berkembang di bandingkan Industri Inggris.
6.      Belanda
Sekitar tahun 1931-1937 Belanda tenggelam dalam Depresi yang berlarut-larut yang dikarenakan jatuhnya pasar saham di Amerika,masalah-masalah internal,kebijakan pemerintah,over produksi namun tidak dibarengi dengan konsumsi,dan turunnya harga emas dan depresi ini membuat politik Belanda tidak stabil dan semua dapat teratasi kembali saat harga emas kembali naik.

7.      Brazilia
Akibat over produksi Brazilia yang dikenal sebagai penghasil kopi harus membakar kopinya di gerbong kereta api.  Malaise yang melanda dunia pada tahun 1930 ini melahirkan teori Developmentalisme, secara sederhana yaitu perekonomian tidak bisa semata-mata berjalan secara Inviseble hands, karena dapat berujung pada krisis. Untuk itu diperlukan pihak lain yaitu Negara. Setelah itu keluarlah New Deal yang dirancangkan oleh Presiden Roosevelt untuk mengatasi krisis yang terjadi tersebut.

2.3  Hal-hal yang dicoba dilakukan oleh Negara-negara dalam mengatasi Malaise
1.      Nasionalisme Ekonomi
Nasionalisme lebih mendalam dengan adanya Malaisye tersebut walau dapat menimbulkan rintangan terhadap perdagangan Internasional, walaupun semua sulit namun Negara-negara berusaha untuk mencoba menanamkan Nasionalisme Ekonomi. Tarf-tarif di Amerika dinaikan cukup tinggi, dan Negara lain mengadakan pembalasan untuk melindungi industrinya.
Bahkan di Inggris yang bergantung pada perdagangan luar negeri diadakan juga tarif-tarif yang diterapkan sistem imperial preperance.Dengan tumbuhnya sikap nasionalis menyebabkaqn perdagangan bilateral pun terganggu.
Jika terjadi perdagangan dengan Negara lain akan dikenakan peraturan-peraturan seperti politik proteksi,dumping ,subsidi yang lebih agresif.
2.      Berpikir  dalam melakukan tindakan sistem ekonomi
Dalam keadaad darurat tindakan cepat harus dilakukan berbagai Negara yaitu bantuan pemerintah untuk menolong pengangguran, melindungi industry-industri dalam negeri, mencegah terjadinya over produksi biasanya dengan kekuasaan pemerintah baik langsung maupun todak langsung.
Mengganti mekanisme standar emas yang tua untuk mempertahankan kurs valuta asing, Bank Sentral yang telah berkembang di beberapa Negara harus lebih ditingkatkan dan disempurnakan

























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keberhasilan AS menjadi negara adidaya pada saat ini, salah satunya adalah karena gencarnya kegiatan percepatan pembangunan, dengan mengandalkan utang. Namun di masa lalu, AS pernah beberapa kali gagal dalam membayar utang, baik utang pemerintahnya maupun akumulasi dari utang-utang warganya, yang berlanjut pada krisis finansial besar-besaran.
Krisis pertama di AS terjadi pada tahun 1819, yang dikenal sebagai ‘Panic of 1819’. Krisis tersebut merupakan akhir dari ekpansi ekonomi besar-besaran yang terjadi di seluruh penjuru negeri, setelah AS memenangkan perang melawan Inggris pada tahun 1812. Pasca perang, didukung oleh kondisi politik yang kondusif, para bank lokal mulai memberikan pinjaman kepada para pekerja, pengusaha, dan siapapun yang hendak membangun rumah, tempat usaha, dan sebagainya. Ekonomi pun berkembang pesat. Namun masyarakat AS ketika itu lupa bahwa Pemerintah AS juga berhutang ke bank lokal untuk membiayai perangnya. Ketika kegiatan perekonomian mulai berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, yang dimulai dari menurunnya permintaan Eropa akan impor bahan makanan dari AS, maka ketika itulah para pengusaha mulai gagal membayar utangnya ke bank. Pemerintah AS sendiri tidak bisa menutupi utang-utang warganya, karena dia sendiri juga punya utang segunung. Alhasil, AS mengalami krisis ekonomi pertamanya, dimana puluhan bank terpaksa tutup, pengangguran merebak dimana-mana, dan ratusan orang dipenjara karena tidak mampu membayar utangnya.
Krisis selanjutnya terjadi pada tahun 1857, yang lagi-lagi diawali oleh ekspansi para bank dalam mengucurkan utang. Ketika itu, ekspor bahan makanan dan hasil bumi dari pantai timur AS (New York dan sekitarnya) ke Eropa mulai kembali menurun, sehingga banyak warga AS yang tinggal di pesisir timur berpindah ke barat (California dan sekitarnya) untuk mencari penghidupan baru. Mereka menggunakan kereta api untuk perjalanan. Alhasil bisnis jasa transportasi kereta api meraup untung besar, dan mendorong para bank untuk mengucurkan kredit ke perusahaan-perusahaan kereta api. Krisis ekonomi dimulai ketika para warga AS, yang sebagian besar merupakan petani, menemukan bahwa lahan di barat ternyata gersang dan tidak bisa dipakai untuk bercocok tanam, sehingga selanjutnya tidak ada lagi orang yang bepergian ke barat. Ketika perusahaan kereta api tidak lagi memperoleh penumpang, maka mereka satu per satu mulai bangkrut, dan ikut menyeret bank yang memberi mereka pinjaman. Puncak dari krisis tahun 1857 ini terjadi ketika salah satu perusahaan asuransi terbesar di AS kala itu, Ohio Life Insurance, mengalami gagal bayar sebesar US$ 7 juta dan bangkrut, nilai yang sangat besar untuk ukuran saat itu.
Krisis ketiga terjadi pada tahun 1930-an, yang dikenal dengan ‘Great Depression’. Penyebabnya masih sama: utang. Pada krisis kali ini, utang tersebut mulai melibatkan pasar modal. Diawali dari kejatuhan pasar modal Wall Street pada bulan Oktober 1929, AS dirundung krisis ekonomi besar yang baru bisa pulih sekitar sepuluh tahun kemudian. Itupun berkat Perang Dunia II, dimana ekonomi AS ketika itu mulai bergerak kembali karena banyak perusahaan menerima pesanan senjata dan pesawat terbang dari negara-negara di Eropa.
Penyebab dari kejatuhan Wall Street tersebut tak lain adalah karena pasar modal AS mengalami bubble yang sangat parah sebelumnya. Sebelum terjadinya crash, saham-saham di Wall Street terus saja naik dengan cepat, hingga rata-rata PER pada saham-saham di indeks Standard & Poor’s sempat mencapai 32.6 kali, sangat mahal! Kenaikan harga saham yang terlalu cepat tersebut didorong oleh aksi sekuritas dan bank, yang memberikan pinjaman dalam jumlah besar kepada para investor dan trader, untuk terus membeli saham, termasuk dengan cara short selling. Ketika orang-orang mulai sadar bahwa harga-harga saham sudah terlalu mahal, maka mereka langsung menjual sahamnya, dan diikuti oleh para pelaku pasar lainnya yang panik, sehingga Wall Street langsung anjlok. Indeks saham paling terkemuka di AS, Dow Jones, terus saja turun hingga tahun 1932. Pada saat itu, Dow telah turun ke posisi 41.22, atau 89% lebih rendah dibanding posisi sebelum krisis.




DAFTAR PUSTAKA

http://ningtiaszulkarnaen.blogspot.com/2010/10/malaisye-1930-yang-melanda-dunia.html
http://sarohpreman.blogspot.com/2012/05/latar-belakang-perang-dunia-1.html
http://www.teguhhidayat.com/2011/08/sejarah-krisis-ekonomi-amerika.html







No comments:

Post a Comment