|
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amerika Serikat yang dikenal sebagai
negara adidaya merupakan salah satu Negara maju yang perekonomian negaranya mampu menguasai ekonomi
dunia. Akibat AS banyak mengandalkan utang maka AS mengakibatkan
krisis finansial besar-besaran. Krisis ekonomi di Amerika pertama kali terjadi pada
tahun 1819, dikenal sebagai “Panic
of 1819” krisis tersebut merupakan akhir dari ekspansi
ekonomi besar-besaran yang terjadi diseluruh dunia, setelah amerika
perang melawan inggris dan memenangkannya.
Krisis ekonomi amerika selanjutnya terjadi pada
tahun 1857, kali ini dikarenakan ekspansi bank yang mengucurkan utang salah
satunya adalah bisnis trasnportasi kereta api, dan saat perusahan kereta api
bangkrut karena tidak mendapatkan penumpang lagi dan tidak mampu bayar. Maka
terjadilah krisis yang juga ditambah dari akibat sebuah perusahaan asuransi
yang mengalami kebangkrutan dan gagal membayar utangnya senilai US$ 7 juta.
Saat itu nilai tersebut adalah nilai yang sangat besar.
Selanjutnya krisis ekonomi amerika terjadi pada tahun 1930an atau yang biasa dikenal
dengan sebutan“Great Depresson”.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
keadaan ekonomi AS pada masa setelah terjadi PD 1?
2.
Apa Dampak Malaise
bagi Indonesia dan Negara-negara lainnya?
3.
Hal-hal apa saja yang
dicoba dilakukan oleh Negara-negara dalam mengatasi Malaise?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Keadaan Ekonomi Amerika Serikat
setelah perang Dunia 1
a. Krisis Ekonomi
Ekonomi Amerika Serikat Pascaperang
kembali tidak normal, akibatnya pekerja menjadi tidak puas dengan meningkatnya
biaya hidup, jam kerja menjadi panjang, dan manajemen yang tidak punya rasa
simpati. Tahun 1919, lebih dari 4 juta jiwa pekerja mengadakan aksi mogok. Pada
tahun 1920 telah diadakan pemilihan presiden yang dimenangkan oleh Partai
Republik Warren G.Harding. kemudian pada waktu itu untuk menjaga kemakmuran
yang ada dibuatlah kebijakan pemerintah yang sangat konservatif. Hal ini
diyakini bahwa akan dapat membesarkan usaha swasta yang pada akhirnya mampu
membesarkan usaha swasta dan meningkatkan kemakmuran. Ledakan
ekonomi yang terjadi seusai Perang Dunia 1 berupa aliran keuangan yang hancur
secara dramatis dan banyak negara meninggalkan sistem gold standard untuk
menggantinya dengan sistem floating currencies.
Pada
tahun 1920-an, setelah perang usai, terdapat usaha untuk mengembalika sistem
gold standards. Sistem ini mampu menciptakan kondisi yang sangat menguntungkan
bagi dunia industry di Amerika. Sepanjang tahun 1920, usaha swasta menerima
dorongan yang substansial, termasuk pinjaman pembangunan, kontrak perantara yang
menguntungkan, dan tunjangan langsung lainnya. Begitu juga kebijakan partai
Republik di bidang pertanian mendapatkan kecaman besar karena para petani hanya
mendapatkan sedikit kemakmuran bagi pertanian dan naiknya harga hasil
pertanian. Hal ini disebabkan adanya permintaan akan produk pertanian Amerika
yang tak terduga pada masa perang. Kemakmuran ini mendorong kuat para petani
untuk berproduksi.
Tetapi
pada akhir 1920, permintaan masa perang yang berhenti mendadak, harga hasil
pokok pertanian merosot tajam, hilangnya pasar luar negeri. Dengan begitu
petani Amerika sulit menjual produk mereka di tempat yang Amerika tidak
melakukan pembelian barang karena kebijakan tarif impornya sendiri.
Perlahan-lahan pintu pasar dunia tertutup. Ketika terjadi depresi hebat
(1930-an), harga hasil pertanian yang sudah lemah menjadi hancur.
Undang-undang
pajak tahun 1922 dan 1930 menjadikan nilai pajak masuk ke angka tertinggi. Yang
kedua dari undang-undang Smooth-Hawley tahun 1930, menetapkan pungutan yang
tinggi sehingga lebih dari 1000 pakar ekonomi meminta Presiden Herbert Hoover
memvetonya. Depresi ekonomi 1929 ini dipicu oleh jatuhnya bursa
saham NYSE pada bulan oktober 1929 akibat ledakan spekulatif yang disebut
Economic buble (gelembung Ekonomi).
Kenaikan harga saham mengakibatkan terjadinya
penjualan saham secara besar-besaran yang menyebabkan pasar saham runtuh dan
indeks harga saham turun drastis. Instabilitas akibat depresi ini menghancurkan
kondisi perekonomian Amerikia Serikat. Bahkan pengangguran semakin meningkat
akibat ketidak mampuan pasar menyerap tenaga kerja
dan daya beli masyarakat semakin menurun.
Keadaan
Sosial Ekonomi Amerika Serikat PraKrisis 1929, mengalami stagnansi dunia
industri pada akhir tahun 1925, Kelebihan produksi di industri automobil pada
tahun 1928. Kemudiaan peningkatan tingkat suku bunga dari 4,06% per tahun
menjadi 7,6% per tahun pada tahun 1927. Hal ini disebabkan besarnya angka
pembelian secara kredit yang tidak dibayarkan secara lancar dan juga besarnya
modal milik orang-orang Amerika yang diinvestasikan di luar negeri.
Peningkatan
pola konsumsi masyarakat tidak diiringi dengan peningkatan pendapatan,
sementara masyarakat semakin banyak membeli barang-barang sekunder dengan sistem
kredit. Akibatnya, kelebihan produksi yang kemudian membuat banyak barang tidak
laku di pasaran. Hingga perekonomian Amerika Serikat pun memburuk dan mencapai
puncak pada saat jatuhnya nilai saham di Wallstreet pada tahun 1929.
Pemerintah
Amerika turut andil menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi 1929. Salah
satunya adalah kebijakan proteksionisme (kebijakan melakukan perlindungan
terhadap barang-barang produksi dalam negeri). Dalam kebijakan tersebut
diberlakukan pajak yang sangat tinggi atas barang-barang import. Hal ini
menimbulkan reaksi dari negara-negara lain yang kemudian turut menaikkan pajak
yang tinggi atas barang-barang hasil produksi Amerika.
Pihak
bank nasional berusaha keras mengatasi krisis tersebut. Usaha yang dilakukan
adalah dengan membeli saham-saham yang dijual tersebut dengan menggunakan
cadangan uang bank yang merupakan dana masyarakat. Usaha tersebut tidak
berjalan mulus karena ternyata sebagian besar nasabah menarik dana mereka dari
bank sehingga bank pun tidak memiliki cadangan dana untuk menanggulangi krisis
yang telah membuat perekonomian Amerika memburuk.
Tepatnya
pada hari Kamis, 24 Oktober 1929, nilai saham di Wall Street menurun drastis,
yang mengakibatkan terjadinya “krach de Wall Street”. Pada hari tersebut, nilai
saham di Wall Street sedang dalam keadaan yang tinggi sehingga banyak orang
yang menjual sahamnya secara bersamaan. Terjadi 13 juta aksi penjualan saham
secara bersamaan yang mengakibatkan jatuhnya harga saham.
Krisis
kelebihan produksi secara umum. Dalam bidang pertanian, krisis ini terlihat
sebelum tahun 1929 dengan jatuhnya harga sejak tahun 1925-1926 di semua negara.
Di bidang industri, krisis ini terjadi karena batas waktu pembayaran yang
ditangguhkan pada tahun 1929 dengan alasan:
1. Bertumpu pada metode yang beraneka
ragam yang dilakukan untuk menstimulasi konsumsi, terutama dengan penjualan
kredit (Amerika Serikat).
2. Kebutuhan-kebutuhan yang dipenuhi
masih tetap penting (kasus negara lain). Namun suatu hari penawaran
dari Amerika melebihi tingkat permintaan di wilayah Eropa padahal perekonomian
Eropa sedang hancur karena perang.
Dalam
18 bulan pertama 1929-1932, banyak bank kecil dan menengah yang bangkrut,
sedangkan bank berskala besar tidak mengalami kebangkrutan. Politik moneter
Amerika pada dasarnya membuat pertahanan akan mata uangnya sangat kuat dengan
peredaran yang terbatas sehingga menghasilkan kestabilan harga, jumlah ekspor,
dan lancarnya pengurasan cadangan emas dunia oleh AS. Pada tahun 1928, terjadi
kekurangan kebutuhan atas mata uang sehingga masyarakat beralih ke kredit yang
segera melampaui batas dan menimbulkan kejatuhan saham dan 40 % nilai
saham hilang. Bahkan setelah runtuhnya pasar saham, politikus dan pemimpin
industry terus mengeluarkan prediksi optimis bagi perekonomian Negara. sampai
tahun 1933 saham di Bursa Efek New York nilainya kurang dari 1/5 yang pernah
tercapai pada puncaknya di tahun 1929. Akibatnya pabrik bangkrut bahkan tutup
dan bank gagal berdiri sehingga menimbulkan pengangguran.
Tahun
1930-an terjadi krisis keuangan yang memicu runtuhnya sistem pinjaman dan gold
standard. Selanjutnya , AS menggantikan Inggris sebagai kreditor bagi
perekonomian dunia, dan kala itu dolar AS menjadi mata uang terkuat dan
terpercaya di dunia internasional. Selanjutnya Penggunaan teknologi modern
dan juga dukungan pemerintah yang kuat di sektor tersebut, dan tatanan sosial
dan ekonomi yang baik di masyarakat menjadi faktor pendukung kejayaan Amerika
Serikat.
Industri
Amerika pun mengalami kemajuan yang pesat bahkan 44% produksi batu bara dunia
dikuasai oleh Amerika Serikat. Dengan kemapanan ekonominya Amerika Serikat
mampu memberikan bantuan ekonomi kepada Eropa untuk bangkit kembali dari
keterpurukannya pasca perang. Gaya hidup masyarakat yang menggemari sistem
kredit, menginvestasi uang mereka dengan membeli saham dan pola hidup konsumtif
pun menunjukkan kemakmuran negaranya.
Dapat
dikatakan Depresi besar atau Great Depression merupakan suatu peristiwa
kemerosoton atau depresi ekonomi terparah yang khususnya melanda Amerika, namun
juga berpengaruh pada negara-negara lain di berbagai penjuru dunia. Peristiwa
ini terjadi di tahun 1929 hingga awal 1940, yang mana disebabkan karena:
1. Perang Dunia I
Perang dunia I bisa
menjadi pendorong timbulnya Malise karena pada saat itu kondisi Negara-negara
belum begitu stabil, sehingga menyebabkan Negara-negara yang terlibat dalam
perang tersebut, belum sepenuhnya dapat mengontrol sistem perekonomian negaranya.
2. Kegagalan
bank (bank failures)
Sepanjang
tahun 1930, kegagalan bank besar terjadi dan lebih dari 9.000 bank gagal.
Sebagian besar deposito bank tidak diasuransikan. Akibatnya, sejumlah orang
kehilangan tabungan mereka akibat kegagalan bank. Karena keadaan ekonomi yang
tidak menentu dan masalah kelangsungan hidup bank, orang-orang tidak mau pergi
untuk pinjaman baru. Pemerintah tidak lagi mampu memberikan jaminan terhadap
simpanan yang terisisa,akibatnya bank dalam keadaan uninsured dan tidak lagi
dapat memberikan pinjaman bagi nasabah. Keadaan ini semakin
memperburuk situasi karena mayoritas masyarakat kehilangan uangnya,
dan sehingga kesulitan ekonomi tidak hanya dirasakan oleh negara melainkan
sudah berdampak pada masyarakat luas.
3. Menurunnya
daya beli masyarakat (Reduction in Purchasing)
Adanya
stock market crash dan hilangnya simpanan masyarakat di bank menyebabkan daya
beli masyarakat menurun dan bahkan masyarakat tidak mampu membeli barang.
Inimenyebabkan perusahaan harus berhenti melakukan produksi, dan akibatnya para
pekerja pundiberhentikan sehingga angka pengangguran ketika itu naik hingga
25%. Ini menyebabkan roda perekonomian tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya, dan keadaan depresi ekonomi pun semakin parah.
Depresi ini menghancurkan ekonomi
baik negara industri maupun negara berkembang. Volume perdagangan internasional
berkurang drastis, begitu pula dengan pendapatan perseorangan, pendapatan
pajak, harga, turunnya daya beli, dan adanya penjualan saham secara masal
sehingga mengakibatkan jatuhnya bursa saham.
Kota-kota besar diseluruh dunia
terpukul, terutama kota yang pendapatannya bergantung pada industri berat.
Kegiatan pembangunan gedung-gedung terhenti. Wilayah pedesaan yang hidup dari
hasil pertanian juga tak luput terkena dampaknya karena harga produk pertanian
turun 40 hingga 60 persen. Begitu pula dengan sektor primer lain seperti
pertambangan dan perhutanan.
4. Sistem kapitalisme yang menimbulkan
over produksi
Malaise juga terjadi akibat
perekonomian kapitalisme Amerika Serikat yang mengandung resiko besar karena
ketergantungan tinggi terhadap pasar. Disinilah sumber konyradiksi utama dari
kapitalisme, pasar bebas menyebabkan setiap orang bebas melakuan ekspansi
ekonomi,namun pasar akan memilih yang terbaik, dalam artian yang bermutu bagus
dan memiliki harga murah. Bagi produsen berarti tingkat efrisiensi dan
efektisitas harus tinggi sehingga bisa menekan harga sehingga setiap produsen
berpacu untuk berproduksi, Karena terjadi produksi masal, maka biaya produksi
semakin turun, sehingga melahirkan hokum ekonomi “Penawaran akan
menciptakan permintaan” (Supply Side Economy). Keaadaan ini
menguntugkan konsumen ( pemakai barang) karena bisa memilih barang yang terbaik
dari banyak produsen yang menciptakan barang. Namun keadaan ini
mewlahirkan over produksi karena terlalu banyak barang yang diproduksi namun
permintaan tak sebanding dengan barang yang ditawarkan.
Dengan adanya over produksi
mengakibatkan penurunan harga dan penyerapan tenaga kerja, karena tidak bekerja
pengangguran menekan konsumsi barang yang menyebabkan bertambahnya lagi jumlah
pengangguran., kemudian berdampak lagi pada siklus penurunan harga pendapatan
mulai menghilang, menyebabkan meningkatnya kebutuhan dalam skala ekonomi yang
berdampak pada penurunan gaji,pengurangan jam kerja dan sejenisnya.
Dengan demikian siklus penurunan ini terus berlanjut hingga
sebagian populasi kehilangan pekerjaan mereka dan menyebabkan berkurangnya
jumlah pendapatan nasional.
5. Jatuhnya bursa saham
Sebelum over produksi yang terjadi
pada tahun 1930, pada tahun 1929 bursa saham di seluruh dunia mengalami
kemunduran sehingga mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi global yang
memberikan dampak pada kehidupan masyarakat Hindia Belanda. Kebalikan dari yang
terjadi di Amerika pada tahun 1930, disini kegiatan produksi mengalami
penurunan dan banyak kuli pabrik dan perkebunan harus mengalami kerugian karena
pabrik dan perkebunan harus ditutup. Sehingga mengakibatkan banyaknya pengagguran.
Depresi ekonomi ini juga bermula
ketika pada tahun 1925 dan 1927, The Fed menurunkan suku bunga, akibatnya
jutaan warga AS berbondong-bondong meminjam uang dan para produsen pun banyak
melakukan produksi. Banyak pula yang menginvestasikan dalam bentuk saham,
harga-harga saham terus meningkat karena terlalu banyaknya orang yang ingin
menginvestasikan uang pinjamannya dalam bentuk saham dan puncaknya terjadi 24
Oktober 1929. Ketika saat itu pasar menagalami kerugian 14 miliar dolar AS.
Beberapa cara mulai ditempuh oleh
pimpina-pimpinan Bank dengan membeli saham-saham ungulan namun, semua itu tidak
berhasil hingga terjadi penjualan saham secara masal, total kerugian meningkat
mencapai 30 Milyar Dollar AS.
Runtuhnya bursa saham mengakibatkan
banyaknya bank gulung tikar, pada awal tahun 1930 sebanyak 60 bank
gulung tikar, kemudian pada bulan November sebanyak 244 bank dan pada bulan
Desember 344 Bank. Salah satu bank yang mengalami gulung tikar adalah Bank of
the United States salah satu bank besar di Amerika Serikat dengan 450.0000
depositor. Bisa dibayangkan bank memiliki banyak depositor melalui investasi
saham sehingga membuat saham banyak diminati orang dan terjadinya penjualan
saham secara masal. Bank-bank tersebut juga mengalami kerugian karena penurunan
suku bunga bank.
Jatuhnya bursa saham pada bulan
Oktober 1929 di Amerika atau yang lebih sering disebut Black Tuesday
disinyalir sebagai penyebab utama dari Great Depression. Peristiwa ini
menyebabkan hampir seluruh pemegang saham mengalami kerugian yang ditaksir
lebih dari empat milyar dolar Amerika. Pemerintah Amerika berusaha mengatasi
dampak dari jatuhnya bursa saham dengan memaksa sebagian besar bank untuk
tutup, akibatnya terjadi kepanikan yang efeknya tidak hanya dialami oleh penduduk Amerika melainkan
sudah lintas negara. Kepanikan ini
membuat masyarakat yang khawatir simpanan mereka di bank hilang
berbondong-bondong mendatangi
bank yang masih buka untuk dapat menarik uang simpanan mereka. Hal ini secara cepat berimbas pada terjadinya kebankrutan
di sejumlah bank, dan terjadinya Great Depression diakhir 1930 tidak dapat
terelakkan lagi.
6. Jatuhnya standar emas
Jatuhnya bstandar emas mempertajam
terjadinya krisis ekonomi dunia karena di Austria standar emas mulai
diberhentikan dan pada tahun 1933 mulai berlaku di berbagai Negara karena
satndar emas tidak dapat ditukarkan secara bebas dan standar emas tidak dapat
mengatasi krisis pembayaran yang hebat.dan emas juga digunakan untuk membayar
hutang selama perang.
2.2 Dampak Malaise bagi
Indonesia dan Negara-negara lainnya
1. Indonesia
Malaise juga berdampak buruk bagi
perekonomian Indonesia pada saat itu Indonesia masih dikuasai oleh Belanda. Di
Indonesia terjadi kemerosotan ekonomi,jutaan orang meninggal akibat kelapran
karena kehilangan pekerjaan, karena mengalami kerugian seperti contohnya
petani banyak memproduksi padi dan di Ekspor ke berbagai Negara termasuk
Belanda namun karena terlalu banyaknya barang yang di produksi sehingga membuat
konsumen berpikir untuk mencari yang terbaik, dann tidak semua produksi hasil
petani tersebut yang diminati konsumen.
Namun semua itu dimanfaatkan Jepang
karena sudah sejak lama sumber-sumber bahan di Indonesia berupa
minyak,karet,bauksit,timah dan bahan-bahan starategis lainnya bernilai penting
bagi Jepang, saat depresi tersebut mulai terasa di Indonesia, Jepang melakukan
penembusan ekonomi secara damai. Dengan itu rakyat Indonesia mulai bersimpati
kepada Jepang karena barang Jepang murah dikala banyak rakyat Indonesia
kehilangan pekerjaanya.
2. Jerman
Negara-negara di Eropa terutama
Jerman terkena dampak dari terjadinya Malaise karena Negara-negara di Eropa,
menggunakan Capital Amerika (Modal Amerika) namun,karena adanya krisis dank
arena kerugian yang diderita Amerika mencapai milyaran dollar, pinjaman itu terpaksa
harus segera dikembalikan dan sebelumnya Jerman telah mengalami kerugian karena
kalah dalam perang dunia I melawan Inggris sehingga kapal-kapal dagang Jerman
harus diserahkan ke Inggris.dan semua Industri Jerman harus diserahkann ke
Inggris itulah yang membuat keadaan ekonomi jerman menjadi sangat kacau.
3. Australia
Australia sangat bergantung pada
Industri namun karena jatuhnya permintaan akibat adanya over produksi dan
jatuhnya harga mengakibatkan upah buruh juga jatuh.Dampaknya lebih terasa pada
tahun 1932 karena pengangguran mencapai titik tertinggi namun, kenaikan daging
dan woll beberapa tahun kedepan mulai menstabilkan perekonomian Australia.
4. Amerika Latin
Negara-negara di Amerika Latin pun
terkena imbasnya karena Negara-negar di Amerika Latin banyak yang meminjam uang
ke Bank dan menginvestasikan kedalam bentuk saham
5. Inggris
Akibat perekonomian yang kacau di
Jerman dan kekalahan Jerman di perang dunia sehingga memaksa Jerman untuk
menyerahkan industrinya pada Inggris namun industry Jerman di Inggris lebih
berkembang di bandingkan Industri Inggris.
6. Belanda
Sekitar tahun 1931-1937 Belanda
tenggelam dalam Depresi yang berlarut-larut yang dikarenakan jatuhnya pasar
saham di Amerika,masalah-masalah internal,kebijakan pemerintah,over produksi
namun tidak dibarengi dengan konsumsi,dan turunnya harga emas dan depresi ini
membuat politik Belanda tidak stabil dan semua dapat teratasi kembali saat
harga emas kembali naik.
7. Brazilia
Akibat over produksi Brazilia yang
dikenal sebagai penghasil kopi harus membakar kopinya di gerbong kereta api. Malaise yang melanda dunia pada tahun 1930 ini melahirkan
teori Developmentalisme, secara sederhana yaitu perekonomian tidak bisa
semata-mata berjalan secara Inviseble hands, karena dapat berujung pada krisis.
Untuk itu diperlukan pihak lain yaitu Negara. Setelah itu keluarlah New Deal
yang dirancangkan oleh Presiden Roosevelt untuk mengatasi krisis yang terjadi
tersebut.
2.3 Hal-hal yang dicoba dilakukan oleh
Negara-negara dalam mengatasi Malaise
1. Nasionalisme Ekonomi
Nasionalisme lebih mendalam dengan
adanya Malaisye tersebut walau dapat menimbulkan rintangan terhadap perdagangan
Internasional, walaupun semua sulit namun Negara-negara berusaha untuk mencoba
menanamkan Nasionalisme Ekonomi. Tarf-tarif di Amerika dinaikan cukup tinggi,
dan Negara lain mengadakan pembalasan untuk melindungi industrinya.
Bahkan di Inggris yang bergantung
pada perdagangan luar negeri diadakan juga tarif-tarif yang diterapkan sistem
imperial preperance.Dengan tumbuhnya sikap nasionalis menyebabkaqn perdagangan
bilateral pun terganggu.
Jika terjadi perdagangan dengan Negara lain akan dikenakan
peraturan-peraturan seperti politik proteksi,dumping ,subsidi yang lebih
agresif.
2. Berpikir dalam melakukan
tindakan sistem ekonomi
Dalam keadaad darurat tindakan cepat
harus dilakukan berbagai Negara yaitu bantuan pemerintah untuk menolong
pengangguran, melindungi industry-industri dalam negeri, mencegah terjadinya
over produksi biasanya dengan kekuasaan pemerintah baik langsung maupun todak
langsung.
Mengganti mekanisme standar emas
yang tua untuk mempertahankan kurs valuta asing, Bank Sentral yang telah
berkembang di beberapa Negara harus lebih ditingkatkan dan disempurnakan
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keberhasilan AS menjadi
negara adidaya pada saat ini, salah satunya adalah karena gencarnya kegiatan
percepatan pembangunan, dengan mengandalkan utang. Namun di masa lalu, AS
pernah beberapa kali gagal dalam membayar utang, baik utang pemerintahnya maupun
akumulasi dari utang-utang warganya, yang berlanjut pada krisis finansial
besar-besaran.
Krisis pertama di AS
terjadi pada tahun 1819, yang dikenal sebagai ‘Panic of 1819’. Krisis tersebut
merupakan akhir dari ekpansi ekonomi besar-besaran yang terjadi di seluruh
penjuru negeri, setelah AS memenangkan perang melawan Inggris pada tahun 1812.
Pasca perang, didukung oleh kondisi politik yang kondusif, para bank lokal
mulai memberikan pinjaman kepada para pekerja, pengusaha, dan siapapun yang
hendak membangun rumah, tempat usaha, dan sebagainya. Ekonomi pun berkembang
pesat. Namun masyarakat AS ketika itu lupa bahwa Pemerintah AS juga berhutang
ke bank lokal untuk membiayai perangnya. Ketika kegiatan perekonomian mulai
berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, yang dimulai dari menurunnya
permintaan Eropa akan impor bahan makanan dari AS, maka ketika itulah para
pengusaha mulai gagal membayar utangnya ke bank. Pemerintah AS sendiri tidak
bisa menutupi utang-utang warganya, karena dia sendiri juga punya utang
segunung. Alhasil, AS mengalami krisis ekonomi pertamanya, dimana puluhan bank
terpaksa tutup, pengangguran merebak dimana-mana, dan ratusan orang dipenjara
karena tidak mampu membayar utangnya.
Krisis selanjutnya
terjadi pada tahun 1857, yang lagi-lagi diawali oleh ekspansi para bank dalam
mengucurkan utang. Ketika itu, ekspor bahan makanan dan hasil bumi dari pantai
timur AS (New York dan sekitarnya) ke Eropa mulai kembali menurun, sehingga
banyak warga AS yang tinggal di pesisir timur berpindah ke barat (California
dan sekitarnya) untuk mencari penghidupan baru. Mereka menggunakan kereta api
untuk perjalanan. Alhasil bisnis jasa transportasi kereta api meraup untung
besar, dan mendorong para bank untuk mengucurkan kredit ke
perusahaan-perusahaan kereta api. Krisis ekonomi dimulai ketika para warga AS,
yang sebagian besar merupakan petani, menemukan bahwa lahan di barat ternyata
gersang dan tidak bisa dipakai untuk bercocok tanam, sehingga selanjutnya tidak
ada lagi orang yang bepergian ke barat. Ketika perusahaan kereta api tidak lagi
memperoleh penumpang, maka mereka satu per satu mulai bangkrut, dan ikut
menyeret bank yang memberi mereka pinjaman. Puncak dari krisis tahun 1857 ini
terjadi ketika salah satu perusahaan asuransi terbesar di AS kala itu, Ohio
Life Insurance, mengalami gagal bayar sebesar US$ 7 juta dan bangkrut, nilai
yang sangat besar untuk ukuran saat itu.
Krisis ketiga terjadi
pada tahun 1930-an, yang dikenal dengan ‘Great Depression’. Penyebabnya masih
sama: utang. Pada krisis kali ini, utang tersebut mulai melibatkan pasar modal.
Diawali dari kejatuhan pasar modal Wall Street pada bulan Oktober 1929, AS
dirundung krisis ekonomi besar yang baru bisa pulih sekitar sepuluh tahun
kemudian. Itupun berkat Perang Dunia II, dimana ekonomi AS ketika itu mulai
bergerak kembali karena banyak perusahaan menerima pesanan senjata dan pesawat
terbang dari negara-negara di Eropa.
Penyebab dari kejatuhan
Wall Street tersebut tak lain adalah karena pasar modal AS mengalami bubble yang
sangat parah sebelumnya. Sebelum terjadinya crash, saham-saham di
Wall Street terus saja naik dengan cepat, hingga rata-rata PER pada saham-saham
di indeks Standard & Poor’s sempat mencapai 32.6 kali, sangat
mahal! Kenaikan harga saham yang terlalu cepat tersebut didorong oleh aksi
sekuritas dan bank, yang memberikan pinjaman dalam jumlah besar kepada para
investor dan trader, untuk terus membeli saham, termasuk dengan cara short
selling. Ketika orang-orang mulai sadar bahwa harga-harga saham sudah
terlalu mahal, maka mereka langsung menjual sahamnya, dan diikuti oleh para
pelaku pasar lainnya yang panik, sehingga Wall Street langsung anjlok. Indeks
saham paling terkemuka di AS, Dow Jones, terus saja turun hingga tahun 1932.
Pada saat itu, Dow telah turun ke posisi 41.22, atau 89% lebih rendah dibanding
posisi sebelum krisis.
DAFTAR PUSTAKA
http://ningtiaszulkarnaen.blogspot.com/2010/10/malaisye-1930-yang-melanda-dunia.html
http://sarohpreman.blogspot.com/2012/05/latar-belakang-perang-dunia-1.html
http://www.teguhhidayat.com/2011/08/sejarah-krisis-ekonomi-amerika.html
No comments:
Post a Comment